Industri penerbangan adalah yang pertama dan paling terpukul akibat berjangkitnya virus corona secara global. Pemicunya karena banyak orang menghindar bepergian, akibat khawatir tertular virus corona.

Kondisi ini diperparah oleh penghentian penerbangan dari dan ke negara-negara, yang penduduknya paling banyak terkena virus corona ini. Seperti China, Iran, Korea Selatan, dan Italia.

Keadaan ini membuat jumlah penumpang pesawat turun drastis. Tapi apakah keadaan ini membuat sejumlah maskapai menghentikan penerbangan mereka?

Ternyata tidak juga. Di Eropa misalnya, sejumlah maskapai yang terbang di benua biru itu tetap menjalankan penerbangan, meski pesawat mereka hanya mengangkut segelintir penumpang. Dari ratusan kursi yang ditawarkan di satu pesawat, sebagian besarnya kosong tak terisi.

Dikutip dari CNBC, regulasi penerbangan Uni Eropa menetapkan aturan yang disebut ‘use it or loss it’. Aturan ini mengharuskan maskapai yang memegang suatu rute tertentu, harus tetap menerbangkan pesawatnya (use it) meski tanpa penumpang sekalipun.

Jika dalam suatu periode tertentu, maskapai itu tak menerbangi rute tersebut lebih seperlima kali dari jadwal yang mereka pegang, maka maskapai penerbangan akan kehilangan hak atas rute tersebut (loss it).

Regulasi inilah yang menyebabkan situasi di mana banyak maskapai penerbangan, dianggap mengoperasikan apa yang disebut ‘penerbangan hantu’. Yakni penerbangan yang nyaris tanpa penumpang.

Parkiran pesawat Boeing 737 MAX yang digrounded

CEO Virgin Atlantic, Shai Weiss, membenarkan jumlah penumpang transportasi udara telah anjlok dalam sejak berjangkitnya virus corona.

“Penumpang untuk perjalanan udara telah turun secara dramatis karena COVID-19 dan dalam beberapa kasus kami dipaksa untuk menerbangkan pesawat yang hampir kosong. Kalau tidak, kami akan kehilangan slot penerbangan itu,” kata Weiss kepada CNBC, Selasa (10/3).

“Tidak masuk akal untuk menerbangkan pesawat kosong. Hal ini juga menyebabkan emisi pemanasan planet yang sama sekali tidak perlu,” timpal Kepala Ilmuwan di Greenpeace Inggris, Doug Parr, Selasa (10/3).

‘Penerbangan hantu’ ini dijalankan semata-mata, supaya maskapai tidak kehilangan hak atas rute tertentu. Harapannya tentu, jika kondisi sudah kembali normal, mereka tetap menguasai jalur penerbangan yang diminati banyak penumpang.

Keadaan industri penerbangan yang seperti ini, sebelumnya terjadi pasca serangan 11 September atau 9/11 di New York, Amerika Serikat. Gedung WTC ambruk akibat ditabrak dengan sengaja oleh pesawat yang diterbangkan pelaku teror.

Kondisi hampir serupa, juga terjadi ketika SARS mewabah pada 2003 dan krisis keuangan global 2008.

Saat ini, seluruh maskapai penerbangan dunia kembali mengalami masa paceklik. International Air Transport Association (IATA) atau Asosiasi Transportasi Udara Internasional, memperkirakan maskapai penerbangan akan kehilangan pendapatan hingga USD 113 miliar atau setara Rp 1.625 triliun, akibat virus corona.

CEO IATA, Alexandre de Juniac, membenarkan situasi industri penerbangan saat ini nuansanya seperti kondisi pasca-serangan 9/11 di New York, Amerika Serikat.

Editor: PARNA
Sumber: kumparan