BANGUNANNYA memang masih berdiri, tapi rangka bajanya sudah termakan usia. Banyak yang keropos.

Di dalam kamar-kamar yang ada, seluruh interiornya telah rusak dan lapuk. Namun, halaman dan lingkungan sekitar bangunan masih asri dan terawat dengan baik. Pepohonan di sekitarnya juga cukup lebat.

Bekas bangunan rumah sakit di Camp Vietnam, Pulau Galang, Batam, itulah yang rencananya dijadikan pemerintah sebagai tempat rehabilitasi pasien yang terjangkit virus korona atau penyakit menular lain. Renovasi ditargetkan selesai dalam satu bulan ke depan yang mampu menampung 1.000 pasien.

”Iya, bekas rumah sakit ini akan direhab lagi sebagai tempat (rumah sakit) observasi atau penyembuhan apabila ada WNI terinfeksi virus korona. Hari ini kita sudah cek bersama Pak Basuki dan secepatnya dibangun,” ujar Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto saat berkunjung ke Camp Vietnam Rabu lalu (4/3) bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono.

Di situlah dulu, di lokasi yang secara administratif masuk wilayah Kelurahan Sijantung, pada periode 1979–1996, sekitar 250 ribu pengungsi Vietnam ditampung. Mereka adalah ”manusia perahu” yang mengarungi lautan dengan kapal sederhana selama berbulan-bulan demi mendapatkan suaka.

Mereka sempat terkatung-katung di lautan, sebagian juga kehilangan nyawa. Sampai akhirnya pemerintah Indonesia dan badan PBB yang menangani pengungsi (UNHCR) bersepakat menampung mereka di Pulau Galang.

Setelah sekitar 5 ribu pengungsi Vietnam terakhir dipulangkan dari sana ke negara asal pada 1996, pulau tersebut kini diubah jadi tujuan wisata. Dari pusat kota Batam, untuk bisa sampai ke ”Kampung Vietnam” itu, dibutuhkan 45 menit–1 jam bermobil dalam kondisi lalu lintas normal.

Melewati lima jembatan yang mengoneksikan tiga pulau (Batam-Rempang-Galang). Setelah melewati jembatan kelima, sampailah ke Galang. Di sepanjang perjalanan banyak lokasi wisata, baik berupa resor maupun pantai yang dikelola masyarakat.

Menteri Basuki menyebut, rencana pembangunan rumah sakit di Camp Vietnam sudah dipersiapkan dengan matang. Pembangunan akan segera dimulai dan diperkirakan memakan waktu sekitar satu bulan untuk tahap rekonstruksinya. ”Rekonstruksi dalam sebulan sudah siap,” ujar Basuki.

Namun, rencana itu memicu kekhawatiran sejumlah warga setempat. Sebab, mereka belum mendapatkan penjelasan pasti terkait keamanan jika rumah sakit tersebut benar-benar dibangun atau direnovasi nanti.

”Ini kan mendadak tanpa sosialisasi atau pemberitahuan terlebih dahulu. Bukan apa-apa, sebagai masyarakat awam ini kami pasti khawatir karena di mana-mana disebutkan virus korona ini berbahaya,” ujar Ucok, warga Sijantung, kepada Batam Pos.

Nia, warga Sijantung lainnya, beralasan senada. Dia tidak menentang, hanya berharap ada pemberitahuan dan sosialisasi sehingga tidak menimbulkan keresahan. ”Takutnya menyebar ke mana-mana kalau nanti ada pasien (terjangkit virus korona). Semoga pemerintah perhatikan masalah ini juga,” ujarnya.

Menurut Panglima TNI Hadi Tjahjanto, pemerintah membangun atau merenovasi rumah sakit tersebut untuk menjamin kesehatan masyarakat secara umum. ”Jaminan keamanan masyarakat sekitar tentu sudah diperhitungkan secara matang. Ini rumah sakit kedua setelah Natuna dan dipastikan aman untuk lingkungan sekitar,” tutur Hadi.

Di Natuna, yang seperti Batam juga berada di Provinsi Kepulauan Riau, saat ratusan WNI (warga negara Indonesia) dievakuasi dari Wuhan pada awal bulan lalu, warga setempat juga menolak. Bahkan, kampung terdekat dengan tempat observasi atau karantina waktu itu sempat ditinggal sejumlah penghuninya. Pemicunya sama: kekhawatiran terhadap penularan virus korona.

Selain bekas rumah sakit, juga ada museum yang berisi informasi tentang pengungsi Vietnam dulu. Ada pula monumen. Juga, pemakaman sekitar 500 pengungsi Vietnam yang meninggal di tempat tersebut.

Menurut Hadi, rumah sakit baru atau hasil renovasi di Pulau Galang itu akan dilengkapi 50 ruang isolasi yang sesuai dengan standar kesehatan internasional. ”Sesuai aturan kesehatan 2 persen dari seluruh kamar yang ada untuk ruang isolasi,” jelasnya.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Batam Didi Kusmarjadi mendukung langkah pemerintah pusat membangun RS khusus penyakit menular di Batam. Apalagi, Batam merupakan pintu masuk wisatawan mancanegara nomor dua setelah Bali.

”Kalau mau dibangun tentu harus yang standar internasional sekaligus, dengan peralatan dan petugas harus mumpuni. Karena yang dihadapi bukan penyakit biasa. Jika ada korban setidaknya kita sudah ada tempat khusus.”

Tapi, jaminan dan dukungan itu belum sepenuhnya menenteramkan semua pihak. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Batam Rafki Rasyid menyebut, isu itu sensitif untuk investor di Batam. ”Bisa saja mereka memutuskan untuk memindahkan investasinya ke daerah lain atau negara lain,” katanya.

Karena itu, dia berharap rencana tersebut dievaluasi lagi dengan meminta masukan dari masyarakat dan dunia usaha yang ada di Batam. ”Jangan terburu-buru dan terkesan reaktif dan seolah meniru China dengan mendirikan rumah sakit sendiri,” katanya.

Editor: PARNA
Sumber: batampos