BATAM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan sinyal untuk pemberantasan korupsi di Provinsi Kepulauan Riau. Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar pun turun ke Kepri.

Informasinya, zona merah yang melekat di Kepri belum hilang. “Masih sama,” ujar Abdul Haris, Koordinator Wilayah II Sumatera Komisi Pemberantasan Korupsi kepada Batamnews, Senin (25/2/2020).

Beberapa waktu lalu, sebelum Gubernur nonaktif Kepri Nurdin Basirun menjadi terdakwa di Pengadilan Tipikor, mantan Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan juga datang ke Batam.

Bersama para pegawai KPK, Basaria sempat mengingatkan berkali-kali agar kepala daerah, apalagi gubernur memperbaiki berbagai hal, termasuk soal krusial masalah perizinan.

Tak berapa lama, Nurdin Basirun pun ditangkap dalam sebuah rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) di Tanjungpinang.

Nurdin diduga menerima suap dari seorang pengusaha Kock Meng. Belakangan ada puluhan pengusaha yang diketahui memberikan suap ke Nurdin Basirun. Semua terungkap di Pengadilan Tipikor di Jakarta.

Bukan tidak mungkin KPK akan terus melanjutkan proses penyidikan ke tahap selanjutnya. Pasalnya, uang yang diserahkan Kock Meng ternyata tak seberapa dengan suap-suap yang diterima Nurdin Basirun, dari sejumlah orang yang memiliki kepentingan tertentu.

Indikator zona merah pemberantasan korupsi di Kepri memang masih terlihat. Sejumlah pengusaha mengeluhkan izin yang lambat dan birokrasi yang sulit.

Belum lagi berbagai aturan yang selalu berubah-ubah membuat kepercayaan investor atau pun pengusaha luntur terhadap pemerintah.

Seharusnya, hal semacam ini segera diatasi dan menjadi pembahasan khusus di kalangan pemerintah daerah maupun provinsi.

Bukan justru menghambur-hamburkan uang rakyat untuk sebuah hal yang tak perlu. Kepri dikenal sebagai salah satu tujuan investasi, namun hal tersebut masih bertolak belakang dengan kemudahan berinvestasi.

Ketua Kadin Kepri Akhmad Maruf Maulana dalam sebuah kesempatan menyampaikan banyak pengusaha yang mengeluhkan mengenai hambatam-hambatan terhadap investasi.

Maksud hati hendak meningkatkan pertumbuhan ekonomi mencapai 7 persen pun dinilai akan sia-sia belaka bila tanpa dukungan dari birokrasi yang mudah.

Selain itu, KPK saat ini juga menyoroti para pejabat di Provinsi Kepuluan Riau yang masih enggan melaporkan harta kekayaannya melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menyampaikan terdapat 153 Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemprov Kepri yang masih bandel.

Bukan tidak mungkin, KPK tengah mengincar pejabat-pejabat yang sengaja menyembunyikan harta benda tanpa diketahui asal muasal.

Lalu, ada 338 ASN di Pemko Tanjungpinang, dan ada 323 di Kabupaten Natuna. Serta yang paling banyak ada di Kabupaten Bintan, yaitu sebanyak 393 orang.

Menurut dia LHKPN sendiri salah satu instrumen dalam upaya pencegahan korupsi.

Sementara di lingkungan legislatif, hanya Kabupaten Lingga yang tingkat kepatuhannya 100 persen. Selain itu masih ada beberapa anggota dewan yang belum melaporkan LHKPN.

Untuk DPRD Kepri, dari 45 anggota DPRD yang wajib lapor tercatat sebanyak 22 anggota belum menyampaikan LHKPN. Sedangkan DPRD Batam dari 50 anggota sebanyak 21 anggota belum lapor.

Sedangkan Kabupaten Bintan, dari 25 orang anggota DPRD, hanya 1 orang belum lapor.

Sementara itu, Kabupaten Karimun dari 30 orang wajib lapor hanya 11 orang yang sudah patuh melaporkan LHKPN. Sedangkan Kabupaten Natuna dari 20 orang anggota DPRD, 14 orang sudah melaporkan.

Kabupaten Anambas, dari 20 orang anggota, hanya 4 yang sudah melaporkan.

Sementara Karimun dari dari 30 hanya 11 anggota DPRD yang sudah melaksanakan kewajibannya, Natuna dari 20 orang 14 diantaranya sudah dan Anambas dari 20 anggota hanya 4 yang menyampaikan LHKPN.

Plt Gubenur Kepri, Isdianto tak bisa berkata banyak. Kendati demikian, hasil tersebut sudah mencapai 82 persen.

Menurutnya masih ada batas waktu sampai Maret 2020.

Ketua DPRD Kepri Jumaga Nadeak juga tak kuasa mengintervensi anggota DPRD yang belum menyampaikan LHKPN.

Editor: PARNA
Sumber: kumparan