JAKARTA – Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Febrie Adriansyah meyakini terdapat unsur kesengajaan dalam skandal megakorupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Meskipun penyidikan belum rampung, namun ia memastikan pemeriksaan sejauh ini mengarah pada usaha untuk penggorengan saham atau membuat pergerakan nilai saham suatu emiten menjadi tidak wajar.

“Enam itu yang ditahan dipastikan modusnya menggoreng saham. Sampai nilai tinggi, JS (Jiwasraya) beli,” kata Febrie kepada wartawan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Rabu (19/2).

Ia pun menampik bahwa upaya transaksi saham tersebut merupakan sebuah risiko bisnis yang dihadapi dalam transaksi itu. Kejaksaan melihat transaksi yang berulang tersebut menyiratkan tanda kesengajaan.

“Kalau risiko bisnis sekali. Kalau berkali-kali bukan risiko bisnis digeser uang berkali-kali kan berkali-kali dia. Setelah rugi main lagi, rugi main lagi,” kata Febrie.

Hingga saat ini, Kejaksaan belum dapat merampungkan penyidikan perkara tersebut lantaran jumlah transaksi yang diperiksa oleh penyidik telah melambung hingga jutaan transaksi.

“Empat juta transaksi. Awalnya 55 ribu,” ujar dia.

Sita Kamar Apartemen South Hills

Kejaksaan Agung menambah sitaan kamar di Apartemen South Hills yang terletak di wilayah Kunigan, Jakarta Selatan. Penyitaan itu dilakukan karena berkaitan dengan kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero).

Febrie menjelaskan kamar-kamar tersebut diduga milik salah satu tersangka, Benny Tjokrosaputro.

“Yang kami lakukan sudah kami sita. Ada 93 kamar,” kata Febrie.

Jumlah tersebut diketahui telah bertambah dari sebelumnya diungkapkan oleh pihak kejaksaan, yakni 41 unit kamar apartemen.


Kendati demikian, selama proses penyitaan, Kejagung menemukan terdapat beberapa unit yang tidak terkait dengan tersangka Direktur Utama PT International Hanson Tbk itu. Namun, Ia enggan merinci jumlah kamar yang tak terdaftar atas mama Benny Tjokro tersebut.

“Kalau dia bukan nama Bentjok, penyidik juga punya alasan untuk mengklarifikasi keterkaitan sumber uang iya kan,” kata Febrie.

Sebelumnya, Kejagung telah memeriksa dua orang yang merasa keberatan karena kamar apartemen di South Hills tersita. Keduanya yakni Dicky Tjokrosaputro dan Retno Sianny Dewi. Namun, Kejagung tidak menjelaskan atribusi lengkap dari kedua pihak itu.

Kejaksaan Agung melakukan penyitaan terhadap sejumlah aset milik tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang menjerat perusahaan pelat merah itu. Aset-aset sitaan itu diperkirakan sudah mencapai nilai Rp11 triliun. Kendati demikian nilai tersebut masih dapat berubah tergantung perkembangan ke depan.

Disebutkan bahwa Benny Tjokro hingga saat ini menyumbangkan aset terbanyak yang disita oleh pihak kejaksaan. Nantinya, sitaan tersebut akan digunakan sebagai barang bukti atau untuk menutup kerugian negara akibat korupsi Jiwasraya.

“Nilai aset yang disita hanya hitung-hitungan sebenarnya dari keseluruhan itu ada sekitar Rp 11 triliun,” kata Febrie.

Kejaksaan memperkirakan kerugian negara akibat korupsi di perusahaan asuransi pelat merah itu mencapai Rp17 triliun. Namun hitungan tersebut masih dapat berubah, lantaran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum merampungkan penghitungan itu.

Perkara ini pun masih dalam tahap penyidikan, jaksa belum merampungkan pemberkasan untuk enam tersangka yang telah ditetapkan dan ditahan.

Terakhir, Kejaksaan telah memperpanjang masa penahanan untuk lima tersangka pertama yang sudah lewat dari 20 hari.

Mereka adalah mantan Direktur Utama Hendrisman Rahim, mantan Kepala Investasi dan Divisi Keuangan Jiwasraya Syahmirwan, dan mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo.

Sementara, dua tersangka lainnya dari pihak swasta yakni Komisaris PT Hanson Tradisional Benny Tjokrosaputro (BT) dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat (HH). Terakhir, Joko Hartono Tirto (JHT) yang merupakan Direktur PT Maxima Integra ditetapkan Kejagung sebagai tersangka pada Kamis malam.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia