JAKARTA – Pemerintah sedikit demi sedikit membocorkan isi Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja. Bocoran itu khususnya ‘kenikmatan’ yang akan diraih pekerja jika rancangan itu sudah setahun sah menjadi undang-undang (uu).

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah menyatakan ada pemanis yang akan diberikan kepada pekerja berbentuk 5 kali gaji. Bonus diberikan untuk pekerja setelah satu tahun Omnibus Law Cipta Kerja disahkan.

Tak lama setelah pernyataan tersebut, draf Omnibus Law RUU Cipta Kerja beredar. Bonus yang dijanjikan bagi pekerja pun tertulis dalam draf tersebut.

Namun ternyata bonus yang dijanjikan tersebut disertai beberappa syarat. Bonus lima kali gaji ternyata hanya diberikan kepada pekerja yang sudah menjadi karyawan selama 12 tahun atau lebih.

Sementara, bagi yang masa kerjanya 9 – 12 tahun hanya diberikan bonus sebesar 4 kali gaji. Pekerja dengan masa kerja 3 tahun atau lebih sebesar 2 kali gaji. sedangkan pekerja dengan masa kerja kurang dari 3 tahun hanya satu kali gaji.

Ketentuan ini seakan-akan menjadi ‘rezeki nomplok’ bagi mereka yang sudah mengabdi di perusahaan selama puluhan tahun. Namun, hanya menjadi ‘angin lalu’ buat yang baru bekerja 1 tahun atau 3 tahun.

Ida bilang bonus ini diberikan sebagai kompensasi atas perubahan formula pesangon dalam omnibus law Cipta Lapangan Kerja. Namun, belum ada kejelasan soal formula baru pesangon untuk pekerja.

Ketua Harian Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Syukur Sapto mengaku bersyukur dengan bonus hingga 5 kali gaji kepada pekerja yang telah bekerja 12 tahun atau lebih. Ia menyatakan beberapa persyaratan yang dibuat pemerintah untuk mendapatkan bonus setelah omnibus law Cipta Lapangan Kerja juga sudah tepat.

Syukur cukup sadar pemberian bonus itu merupakan pengganti dari perubahan formula perhitungan pesangon bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Namun, ia bilang pekerja juga tak mendapatkan keuntungan banyak dari aturan pesangon yang berlaku saat ini. Menurut Syukur, aturan sekarang menyatakan pekerja yang sudah menjadi karyawan puluhan tahun berhak mendapatkan pesangon hingga 32 kali gaji.

“Tapi kenyataannya tidak pernah ada yang dapat juga. Perusahaan lebih pintar. Pekerja yang sudah bekerja puluhan tahun jarang yang terkena PHK. Pekerja dibuat bagaimana agar mengundurkan diri, jadi bahasanya bukan PHK,” ungkap Syukur kepada CNNIndonesia.com, dikutip Jumat (14/2).

Maka itu, ia menilai pemberian bonus sebanyak 5 kali gaji akan menjadi angin syurga bagi pekerja lama. Toh, pesangon yang berkali-kali lipat dari gaji juga tak pernah benar-benar didapatkan oleh pekerja yang terkena PHK.

“Intinya pesangon hingga 32 kali gaji tidak pernah masuk hitungan. Paling tinggi sejauh ini hanya 10 bulan gaji. Jadi pemberian bonus pada awal omnibus law Cipta Lapangan Kerja ini praktiknya lebih bagus,” jelas dia.

Di sisi lain, Pengamat Ketenagakerjaan dari Universitas Airlangga Hadi Subhan menyatakan pekerja sebaiknya jangan senang dulu dengan janji manis yang diberikan pemerintah dalam omnibus law Cipta Lapangan Kerja. Masalahnya, itu tetap tak adil bagi pekerja.

“Ini tidak adil, karena kan yang dapat hanya yang sekarang bekerja. Bagaimana dengan pekerja baru setelah ini, mereka tidak dapat merasakan dampak dari omnibus law Cipta Lapangan Kerja nantinya,” tutur Hadi.

Memang, bagi pekerja lama mendapatkan keuntungan dari pemanis tersebut. Tapi, dampaknya juga semu.

Pekerja bisa saja menggunakan bonus itu untuk berbelanja berbagai kebutuhan, dari yang primer hingga sekunder. Misalnya, pekerja bisa membeli ponsel pintar yang selama ini diimpikan.

“Tapi pemanis ini sebaiknya tidak perlu ada dengan tujuan menggolkan omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Dampak positinya hanya sementara,” jelas Hadi.

Kacamata Pengusaha

Sementara, aturan ini tentu berdampak pula bagi pengusaha. Biaya operasional perusahaan otomatis bengkak jika harus memberikan bonus hingga 5 kali gaji setelah omnibus law Cipta Lapangan Kerja sah menjadi uu.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana menyatakan kewajiban pemberian bonus satu kali gaji hingga 5 kali gaji sebaiknya dikhususkan untuk sektor-sektor tertentu. Sebab, aturan itu tak bisa disamaratakan untuk semua perusahaan.

“Untuk padat karya yang jumlah pekerjanya banyak. Untuk bonus sampai 5 kali gaji besar sekali, apalagi pekerjanya bisa lebih dari 10 ribu orang,” ujar Danang.

Berbeda dengan sektor perdagangan, di mana biasanya jumlah pegawainya jauh lebih sedikit ketimbang padat karya. Jadi, pemberian bonus sampai 5 kali gaji juga bukan persoalan besar.

“Jadi tidak komparatif. Harus dipisahkan jenis-jenis usaha mana saja saja yang mampu memberikan bonus sampai 5 kali gaji,” kata Danang.

Apalagi, pembayaran gaji karyawan biasanya menjadi beban operasional tertinggi di perusahaan. Menurut Danang, bisa mencapai 30 persen dari total biaya operasional yang harus dikeluarkan setiap bulannya.

“Kalau sektor teknologi, otomotif, elektronik mungkin tidak sampai 30 persen. Tapi padat karya sudah jauh lebih tinggi dari itu,” terang dia.

Jika ditambah dengan pemberian bonus tadi, sambung dia, maka beban pembayaran untuk karyawan bisa naik hingga 50 persen dari total biaya operasional. Ini bisa membahayakan keuangan perusahaan jika kondisinya sedang goyah.

“Ketika beban operasional semakin tinggi tapi keuntungan yang diraih tidak bertambah maka rentan bangkrut,” kata Danang.

Jika perusahaan bangkrut, manajemen biasanya akan melakukan PHK. Kalau sudah begitu, Danang menyebut efek domino akan terjadi.

Pertama, mereka yang sebelumnya memiliki pekerjaan akan menjadi pengangguran. Alhasil, jumlah pengangguran di Indonesia bertambah dan daya beli masyarakat akan terganggu.

Ujung-ujungnya, pertumbuhan ekonomi akan terkena imbasnya karena konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang utama pembentukan produk domestik bruto (PDB).

Kedua, perusahaan tak bisa membayar utang ke bank. Dengan demikian, timbul kredit macet di perbankan dan mempengaruhi kinerja bank itu sendiri.

Ketiga, pendapatan negara jelas akan berkurang. Pasalnya, perusahaan tak lagi bisa membayar pajak seperti sebelum-sebelumnya.

“Jadi dampak banyak kalau dunia usaha tidak tumbuh, maka ini harus dipikirkan matang-matang. Isi draf omnibus law Cipta Lapangan Kerja harus lebih detail,” jelas Danang.

Selain soal sektor, Danang menyarankan agar kewajiban pemberian bonus juga tidak diukur berdasarkan gaji. Pemerintah sebaiknya memberikan kebebasan perhitungan bonus yang akan diberikan sebagai pemanis di omnibus law Cipta Lapangan Kerja.

“Karena kan kondisi perusahaan kadang berfluktuasi. Bonus lebih baik sesuai dengan performa perusahaan, bisa dari keuntungan atau penjualan. Ini juga harus diperjelas,” pungkas Danang.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia