BATAM – Ratusan buruh akhirnya diperbolehkan masuk ke halaman depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam, setelah sebelumnya dihadang dengan pagar kawat berduri yang dipasang di pintu utama kantor dewan.

Selepas pagar berduri dibuka pihak kepolisian, ratusan buruh kemudian menyerbu masuk halaman depan kantor DPRD kota Batam, dimana salah seorang orator meminta anggotanya untuk tertib masuk ke dalam demi bertemu anggota dewan.

Di dalam halaman kantor DPRD, Ketua DPC K-SPSI Kota Batam Carlos Hutabarat menyampaikan tuntutan mereka di hadapan perwakilan anggota DPRD, yang mana salah satunya anggota komisi II, Putra Yustisi Respaty.

“Kita meminta agar RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Cluster Ketenagakerjaan agar melibatkan serikat pekerja dan serikat buruh untuk membahas dan duduk bersama,” ujarnya, Rabu (12/2/2020).

Ia tegaskan, meski sampai sekarang wujud Bab dan Pasal dari pada Omnibus Law diakui serikat pekerja dan buruh belum ada menerima dan paham bentuknya, tetapi wajar jika serikat mencurigai poin-poin yang akan ditimbulkan akibat Omnibus Law ini.

“Yang kita khawatirkan adalah tenaga kerja asing, yang sekelas helper pun akan bisa masuk ke negera kita. Begitu juga dengan sistem upah (jam) serta hal lainnya menyangkut kehidupan buruh. Kita dari seluruh serikat telah mengkaji secara mendalam dan berharap meminta pemerintah dalam hal ini duduk bersama dalam membahasnya,” lanjut Carlos.

Logikanya dalam hal ini, aturan yang mengatur kehidupan pekerja dan buruh tidak mungkin, dalam hal ini buruh tidak dilibatkan dalam pembahasannya.

“Pernyataan sikap kita tegas, meminta DPRD kota Batam menyampaikan masukan dan tuntutan kita kepada Pemerintah Pusat untuk mengkaji Omnibus Law ini dengan cara seksama bersama segenap elemen buruh, jangan hanya antara pemerintah dan pengusaha saja,” terangnya.

Sementara itu, Ketua DPD KSPI Provinsi Kepulauan Riau, Imanuel Purba di tempat yang sama dalam menyikapi proses pembentukan Omnibus Law oleh Pemerintah Pusat dengan jelas dan nyata minilai keberpihakan pembentukan RUu ini lebih kepada pengusaha.

“Hal ini dapat dilihat dari Kepmen Koordinator Bidang Perekonomian 378 Tahun 2019 tentang pembentukan Satgas Pemerintah dan Kadin dan tidak ada melibatkan serikat (hanya pengusaha),” terangnya.

Dalam hal ini jelas, dengan tidak dilibatkannya serikat dalam pembentukannya dan Satgas tersebut juga diketuai oleh Ketua Kadin Pusat, sehingga dalam pembentukan ini serikat pekerja dan buruh juga tidak dapat mengkases draft Omnibus Law tersebut.

“Dengan ini kami K-SPSI kota Batam meminta DPRD kota Batam selaku perwakilan rakyat daerah untuk menyampaikan pernyataan sikap kami agar dalam pembentukan RUU Omnibus Law pemerintah mengikutkan kumpulan dari serikat pekerja jangan hanya antara Pengusaha dan Pemerintah semata,” tegasnya.

Anggota Komisi II, Putra Yustisi Respaty yang saat itu menerima surat pernyataan sikap dari serikat buruh mengatakan akan menyambut setiap aspirasi yang diberikan oleh serikat dan akan siap menerima perwakilan pimpinan buruh untuk mengadakan diskusi di dalam kantor DPRD.

“Karena serikat menginginkan masuk ke dalam ruangan kantor DPRD untuk berdiskusi, maka akan kita diskusikan lebih lanjut mengenai hal ini bersama setiap perwakilan dari serikat buruh,” tutupnya.Cerita Saksi Diminta Bawa Durian Saat Gubernur Kepri Terjerat OTT KPK
Rabu 12 Februari 2020, 16:08 WIB

Sidang kasus suap Gubernur Kepri nonaktif Nurdin Basirun. (Foto: detik.com)

Jakarta – Nilwan kaget mengetahui Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemprov Kepri tersebut tidak menyangka orang yang duduk di samping Nurdin saat itu adalah petugas KPK.

Bermula saat Nilwan bermaksud menyambangi rumah Gubernur Kepri Nurdin Basirun untuk menyampaikan laporan pekerjaan Dinas LH. Lantas Nilwan mendapatkan pesan dari ajudan Nurdin bernama Chandra untuk sekalian membawakan durian.

“Chandra hubungi saya lepas magrib suruh datang, kata Chandra kalau bisa bawa durian,” ucap Nilwan saat bersaksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2020).

Namun Nilwan sekalian membawa uang sekitar Rp 30 juta saat itu. Dia mengaku biasa diminta memberikan uang kepada Nurdin untuk berbagai keperluan.

“Yang jelas saya bawa durian, uang dengan berkas. Petugas KPK sudah di sampingnya (Nurdin),” kata Nilwan.

Nilwan mengaku sebelum itu pernah pula memberikan Rp 110 juta secara bertahap kepada Nurdin. Uang tersebut diakui berasal dari kocek pribadinya.

“Biasanya masalah untuk untuk anak yatim, masjid, itu saja. Selama ini kalau ada itu di situ saja, saya selama ini hanya tergerak di situ saja. Di luar ini saya ngasih juga, saya ngasih beras, macam-macam. Karena dia (Nurdin) kalau setiap ada acara ada anak yatim banyak sekali,” ucap Nilwan.

Di tempat yang sama, Kepala Badang Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pemprov Kepri Andri Rizal juga mengaku memberikan uang Rp 55 juta kepada Nurdin melalui sekretarisnya bernama Bela. Uang itu digunakan untuk acara open house Nurdin dan halalbihalal saat Lebaran.

“Ya kalau untuk halalbihalal memang ya masyarakat Kepri di sana yang di Pekanbaru. Membantu pelaksanaannya. Inisiatif saya,” kata Andri.

Dalam persidangan ini, Nurdin Basirun duduk sebagai terdakwa. Nurdin didakwa menerima suap SGD 11 ribu dan Rp 45 juta berkaitan dengan izin prinsip pemanfaatan ruang laut saat menjabat Gubernur Kepri. Uang itu diduga KPK diterima Nurdin dari pengusaha bernama Kock Meng.

Nurdin juga didakwa jaksa KPK menerima gratifikasi. Total penerimaan gratifikasi oleh Nurdin disebut jaksa lebih dari Rp 4,2 miliar.

Editor: PARNA
Sumber: batamnews