JAKARTA – Pengacara hak asasi manusia (HAM) Veronica Koman menilai, pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD akan memperdalam luka orang Papua.

Sebelumnya, Mahfud menganggap data tahanan politik dan korban sipil tewas di Nduga, Papua yang diserahkan Veronica Koman kepada Presiden Joko Widodo sebagai sampah. Dokumen itu berisi data 57 tahanan politik serta 243 korban sipil yang tewas di Nduga, Papua, sejak Desember 2018.

“Namun tetap sangat disayangkan, mengingat ini akan memperdalam luka orang Papua,” ungkap Veronica wartawan, Selasa (11/2/2020).

Namun, ia mengaku tidak terkejut dengan pernyataan Mahfud tersebut.

Vero teringat ketika Mahfud menyebut bahwa tidak ada lagi kasus kejahatan HAM pasca-reformasi 1998. Menurut dia, pernyataan Mahfud itu juga menyakiti hati rakyat. “Mengingat beliau sebelumnya sudah pernah mengeluarkan pernyataan yang menyakiti hati rakyat yaitu bahwa tidak ada satu pun pelanggaran HAM di era Jokowi, jadi sebetulnya tidak terlalu mengagetkan ketika pernyataan seperti ini juga muncul dari beliau,” kata dia.

Ia berpandangan, sulit bagi korban untuk mendapat keadilan karena pelanggaran HAM tidak diakui oleh pemerintah. Hal itu, kata dia, menunjukkan semakin buruknya penegakan HAM saat ini.

“Boro-boro dapat keadilan, untuk diakui adanya pelanggaran saja pun tidak. Pernyataan ini memberikan sinyal makin suramnya penegakan HAM di era saat ini,” ujar dia. Lebih lanjut, setelah muncul pernyataan Mahfud, ia pun mengaku pesimistis bahwa pemerintah akan menarik aparat keamanan dari Papua.

Hal itu dirasakannya meskipun data orang yang diduga korban operasi militer di Papua telah diberikan kepada Jokowi.

“Tidak terlalu optimis memang, tetapi setidaknya sekarang kita sudah tahu, bahwa operasi militer di Nduga masih lanjut bukan karena Presiden Jokowi tidak tahu sudah makan banyak korban,” ucap Vero.

“Panglima tertinggi negara ini sudah tahu, tapi operasi tersebut tetap dilanjutkan, kemudian orang Papua diminta harus tetap menaruh harapan pada Pak Jokowi?” kata dia. Diberitakan sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menganggap dokumen yang diberikan Veronica Koman dan aktivis lainnya ke Jokowi sebagai sampah. “Itu anulah, kalau memang ada ya sampah sajalah,” kata Mahfud di Istana Bogor, Selasa (11/2/2020) sore.

Mahfud yang turut mendampingi Jokowi di Negeri Kanguru juga tidak mengetahui apakah dokumen tersebut benar-benar sudah diserahkan langsung kepada Kepala Negara. Sebab, Mahfud menyebutkan bahwa banyak warga yang berebut untuk bersalaman dan menyerahkan surat ke Jokowi.

Veronica sebelumnya menuturkan, dokumen itu diserahkan saat Jokowi berkunjung ke Canberra, Australia, Senin (10/2/2020).

“Tim kami di Canberra telah berhasil menyerahkan dokumen-dokumen ini langsung kepada Presiden Jokowi.

Dokumen ini memuat nama dan lokasi 57 tahanan politik Papua yang dikenakan pasal makar, yang saat ini sedang ditahan di tujuh kota di Indonesia,” ujar Veronica melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (11/2/2020).

“Kami juga menyerahkan nama beserta umur dari 243 korban sipil yang telah meninggal selama operasi militer di Nduga sejak Desember 2018, baik karena terbunuh oleh aparat keamanan maupun karena sakit dan kelaparan dalam pengungsian,” kata dia.

Vero mengatakan, Jokowi telah membebaskan lima tahanan politik Papua selama periode pertama pemerintahannya, pada tahun 2015. Namun, pada periode keduanya, terdapat 57 tahanan politik yang sedang menunggu sidang.

Veronica menilai langkah ini hanya akan memperburuk konflik di Papua.

Veronica pun mempertanyakan langkkah Jokowi terhadap permintaan penarikan pasukan dari Nduga.

Editor: PARNA
Sumber: kompascom