JAKARTA

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sepakat untuk merombak skema penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada tahun 2020. Implementasinya mulai tanggal 10 Februari 2020.

Dalam skema yang baru, pemerintah memutuskan untuk meningkatkan jumlah unit cost atau dana bantuan yang diterima per siswa baik di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Pengubahan skema itu apakah bisa dongkrak pertumbuhan ekonomi nasional?

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa pengubahan skema dana BOS bisa memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi nasional. Khususnya pada tingkat konsumsi rumah tangga.

“Kita berharap dengan jumlah lebih banyak akan berikan daya ungkit ke perekonomian. Kalau seberapa besar dampak, kita harus lihat dulu karena dari sisi GDP untuk konsumsi terutama tumbuh di bawah 5% jadi perhatian,” kata Sri Mulyani di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (10/2/2020).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga menyebut bahwa banyak faktor yang akan membuat laju perekonomian nasional lebih tinggi di tahun 2020. Di awal tahun, dirinya berharap serapan belanja kementerian/lembaga (K/L) dikebut sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Selain itu ada juga besaran dana program keluarga harapan (PKH) yang ditingkatkan, lalu penyaluran dana desa yang skemanya menjadi lebih besar di tahap pertama.

“Tujuannya, pada kuartal 1 ini terjadi peningkatan dari belanja negara dalam rangka mengimbangi efek seasonal yang kuartal 1 masih lamban. Ini juga memeratakan antar kuartal,” jelasnya.

Pada kuartal selanjutnya, Sri Mulyani bilang perekonomian nasional akan didorong oleh kegiatan saat puasa dan Lebaran. Lalu pada kuartal III akan ada penerimaan siswa/siswi di tahun ajaran baru.

“Kuartal kedua ada puasa dan idul fitri, kuartal ketiga penerimaan sekolah baru dan kita akan lihat supaya lebih merata,” ungkap dia.

Sebelumnya, penurunan daya beli dan investasi diyakini sebagai penyebab rendahnya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi tercatat 5,02% sepanjang 2019, lebih rendah dibandingkan 2018 sebesar 5,17%.

“Kalau (ekonom) Core memperkirakan (pertumbuhan ekonomi) memang di kisaran 5-5,05%, tidak akan lebih dari 5,05%. Kenapa? Ya karena faktornya pertama dari pertumbuhan konsumsi yang melambat,” kata Direktur Eksekutif Riset Core Indonesia, Piter Abdullah saat dihubungi detikcom, Minggu (9/2/2020).

Catatan BPS, konsumsi rumah tangga di triwulan IV-2019 hanya tumbuh 4,97%. Padahal triwulan IV tahun lalu tumbuh 5,06%. Menurut Piter memang ada pelemahan daya beli di masyarakat, khususnya kelas menengah bawah.

Berikutnya adalah pertumbuhan investasi yang mengalami penurunan sehingga ekonomi mentok di kisaran 5%.

BPS mencatat PMTB atau investasi fisik pada kuartal IV-2019 hanya tumbuh 4,06%. Angka itu lebih rendah dibandingkan kuartal IV-2018 yang tumbuh 6,01% dan kuartal III-2019 4,21%.

Editor: PARNA
Sumber: detikfinance