Program pemberantasan eceng gondok di Waduk Duriangkang terus berjalan. Selain memba-bat tanaman tersebut, Badan Pengusahaan (BP) Batam juga akan memasang sediment trap (perangkap endapan) di sekitar waduk untuk mencegah limbah atau bahan sedimen masuk ke dalam waduk.

“Ada 10 sediment trap yang dipasang di sekitar waduk. Tiap tahun dipasang satu,” kata Direktur Badan Usaha Fasilitas dan Lingkungan BP Batam, Binsar Tambunan, Kamis (6/2).
Sediment trap adalah bangunan air yang berfungsi untuk mengendapkan sedimen yang masuk ke dalam waduk. Sedimen tersebut dikumpukan untuk dipisahkan partikel-partikelnya antara pasir dan lumpur.

Penyurutan air baku di waduk terbesar di Batam tersebut buntut dari rendahnya curah hujan serta sedimentasi yang sudah berlangsung lama di waduk berkapasitas 3 ribu liter per detik tersebut. “De-ngan pemasangan sediment trap itu, maka waduk terbesar ini tidak akan seperti Waduk Seiharapan yang sudah terendam sedimen sebanyak 30 persen,” paparnya.

Sedangkan untuk menjaga sebaran eceng gondok di Duriangkang, BP Batam akan memasang floating barrier (penghalang mengambang) untuk melokalisasi eceng gondok.

“Eceng-eceng gondok kita jaga dan lokalisasi dengan memasang floating barrier,” ungkapnya.

Selain eceng gondok, debit air di Waduk Duriangkang juga menyusut karena disebabkan daerah tangkapan air (DTA) di sekitar waduk tak dapat lagi bekerja maksimal menampung air hujan. Pasal-nya, banyak pohon yang ditebang dan dibakar untuk membuka perkebunan, pertanian serta keramba ikan. Kegiatan-kegiatan ilegal tersebut memperparah kualitas serta mengurangi jumlah tampungan air di waduk tersebut.

Keadaan tersebut diperparah dengan banyaknya eceng gondok yang tumbuh di Waduk Duriangkang. Luasnya sekitar 180 hektare.

“Kalau tak ditangani, nanti volume waduk bisa berkurang. Waduk Duriangkang itu mensuplai 70 persen kebutuhan Batam,” katanya lagi.

Editor: PARNA
Sumber: batampos