JAKARTA – Polling yang redaksi lakukan di media sosial menunjukkan tidak semua masyarakat setuju pasal bikin SIM ‘belajar sendiri’ digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Seperti diketahui beberapa hari lalu dua orang warga mengajukan gugatan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 77 ayat 3 yang isinya mengatur tentang hal itu.

Isi pasal tersebut yakni, “‘Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon Pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri.”

Frasa ‘belajar sendiri’ dipermasalahkan sebab menurut dua orang penggugat, Marcell Kurniawan dan Roslianna Ginting, bertentangan dengan pasal lainnya dalam undang-undang yang sama, yakni Pasal 77 ayat 1 dan 79 ayat 1.

Selain itu dikatakan ‘belajar sendiri’ bisa menyulut kecelakaan di jalan, melegitimasi masyarakat tidak mengikuti kursus mengemudi, dan memberi dampak negatif pada situasi dan kondisi lalu lintas di Indonesia.

Dari 165 akun yang berpartisipasi pada poling di Twitter, sebanyak 45,5 persen menyatakan setuju pasal bikin SIM ‘belajar sendiri’ digugat ke MK.

Menariknya, sebanyak 30,9 persen menyatakan tidak setuju dan 23,6 persen memilih ragu-ragu.

Bila frasa ‘belajar sendiri’ dihapus maka satu-satunya cara masyarakat mendapatkan kompetensi mengemudi sebelum mengajukan permohonan pembuatan SIM yakni melalui pendidikan dan pelatihan. Hal ini dipercaya praktisi keselamatan berkendara menciptakan situasi di mana lalu lintas hanya diisi pengemudi yang kompeten.

Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio yang sempat mengikuti saat diskusi membahas UU 22/2009 menjelaskan frasa ‘belajar sendiri’ muncul untuk menyelesaikan perdebatan kepolisian dengan Kementerian Perhubungan terkait dominasi hak atas sekolah mengemudi.

Pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, regulasi yang digantikan UU 22/2009 disebut tidak pernah menyebut ‘belajar sendiri’ pada pasal berkaitan dengan pembuatan SIM.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia