Penggemar film tanah air tentu familiar dengan sosok Tara Basro. Aktris sekaligus model ini mendulang popularitas lewat perannya di berbagai layar lebar. Karier Tara di dunia hiburan dimulai saat dirinya mengikuti ajang Gadis Sampul pada 2005. Meski gagal memenangkan ajang pencarian bakat modeling tersebut, Tara ditaksir banyak rumah produksi film karena karakternya yang kuat.

Perempuan yang memiliki nama lengkap Andi Mutiara Pertiwi Basro ini memulai debut pertamanya di film layar lebar ‘Catatan (Harian) Si Boy’ pada 2011 silam. Meski Tara hanya mendapatkan peran kecil, namun ia berhasil menyaingi kepopuleran beberapa aktris senior yang juga bermain dalam film tersebut; seperti Carissa Putri, Poppy Sovia, dan Melaney Ricardo.

Karier Tara di dunia layar lebar lalu melejit saat ia terpilih sebagai salah satu bintang utama di film bergenre horor berjudul ‘Hi5teria’ (2012). Kepiawaian Tara dalam beradu akting juga menarik perhatian sutradara ternama, Upi Avianto, yang kemudian mengajaknya bermain di film ‘Princess, Bajak Laut, dan Alien’ pada 2014 lalu.

Tahun 2015 merupakan awal pertemuan Tara Basro dengan sutradara kondang, Joko Anwar, yang kala itu tengah sibuk menggarap serial televisi ‘Halfworlds’ bekerja sama dengan HBO Asia. Dalam serial televisi tersebut, Tara memerankan tokoh Ros dan beradu akting dengan beberapa aktor kawakan Indonesia; seperti Reza Rahadian, Arifin Putra, dan Ario Bayu.

Sejak itu, Tara sangat lekat dengan film-film garapan Joko Anwar. Total ada empat film garapan Joko Anwar yang sudah dimainkan oleh Tara Basro, yaitu ‘Copy of My Mind’ (2015)- dimana ia mendapat penghargaan sebagai aktris terbaik dalam Festival Film Indonesia- ‘Pengabdi Setan’ (2017), dan yang baru rilis 2019 lalu, ‘Gundala’ dan ‘Perempuan Tanah Jahanam’. Perannya di ‘Perempuan Tanah Jahanam’ sebagai Maya (seorang seorang perempuan muda yang berusaha keluar dari jeratan kemiskinan namun mendapati sejarah kutukan keluarga) membuat nama Tara semakin meroket.

Kesuksesannya di dunia hiburan ternyata tak dilewati Tara dengan mudah. Ia pernah mendapat penolakan saat casting, karena dianggap tidak cantik. Selain itu, Tara juga kerap mendapat body shaming dari orang-orang sekitar, karena bentuk tubuh serta warna kulitnya yang dianggap tidak ideal.

Oleh karena itu, kini Tara menggunakan popularitasnya untuk mengkampanyekan hal-hal seputar citra tubuh positif; mulai dari mengubah pandangan orang tentang standar kecantikan perempuan, hingga menyuarakan self-love atas bentuk tubuh yang dimiliki.

“Aku ingin banyak orang yang ter-influence dengan cara melihat aku. I can be real with everybody, sehingga mereka juga bisa kayak gitu,” ungkap aktris yang juga melejit lewat film ‘3 Srikandi dan ‘Ini Kisah Tiga Dara’ ini kepada kumparanWOMAN di sela-sela pemotretan untuk konten spesial Women On Top, pada Jumat (24/1) lalu.

Kepada kami, Tara juga berbagi cerita mengenai pengalamannya saat mendapat body shaming, hingga semangatnya dalam menyuarakan soal body issue di Indonesia. Simak perbincangan kami dengan Tara Basro berikut ini:

Apa kesibukan Tara Basro saat ini?

TB: Sekarang aku lagi sibuk persiapan film baru. Jadi, ada dua film yang InsyaAllah akan tayang tahun ini. Salah satunya horor, satunya lagi ya bisa dibilang romance. Pokoknya lagi bersiap-siap film, judulnya masih rahasia tapi beberapa bulan lagi kalian akan tahu kok judulnya apa, jadi tenang saja!

Belakangan ini, Tara aktif menyuarakan soal body shaming. Sejak kapan dan mengapa Tara aware dengan isu ini?

TB: I don’t know ini bermula dari mana. Aku merasa aku ingin jadi diri aku yang sesungguhnya, karena sebelumnya, bekerja di industri ini sulit banget, belum lagi pressure-nya tinggi banget karena harus selalu kelihatan gorgeous setiap saat.

Sedangkan menurut aku, semua orang itu they can be human, they can be themselves in a way, dan kita harus meng-create some space untuk siapa pun (mau itu perempuan atau laki-laki) untuk bisa merasa nyaman dengan diri mereka sendiri, baik itu merasa nyaman dengan identitasnya, agamanya, atau yang paling penting tubuhnya sendiri. Karena ibaratnya kalau kita enggak bisa memperlakukan diri kita dengan respect dan cinta, lalu bagaimana caranya kita ngasih (respect dan cinta) tersebut untuk ke society or even the world.

Tara Basro - Women on Top

 

Body shaming sering terjadi, baik itu di media sosial maupun di kehidupan nyata, dan paling sering terjadi antara sesama perempuan. Menurut Tara, kenapa seseorang bisa mem-bully bentuk tubuh orang lain?

TB: Insecurity. Karena semua orang ingin menjadi lebih baik daripada yang lain, padahal enggak harus begitu. Kalau misalkan perempuan bisa support satu sama lain, kita bisa jadi lebih kuat dari apa pun.

Berbicara soal body shaming, aku juga punya pengalaman soal itu. Dulu aku kan sering banget upload video olahraga, dan salah satu sahabat aku cerita tentang komen dari temannya. Temannya yang sempat ketemu aku di sebuah premier bilang, ‘hah, katanya Tara olahraga, kok tetep gemuk?’

Sedangkan pada saat itu badan aku lagi fit-fitnya, dan tujuan aku buat olahraga pun bukan untuk kelihatan sempurna, tapi biar lebih sehat. Jadi pas ada yang ngomong kayak gitu aku merasa “Oh waw segitu dangkalnya kah?” Tapi ya udah, dari situ pun aku belajar untuk tidak mempedulikan lagi.

Menurut Tara, bagaimana standar kecantikan perempuan di Indonesia? Apakah sudah ada perubahan pandangan dibanding dulu?

TB: Hmm..kalau sekarang Indonesia belum banyak perubahan ya, tapi sudah berkembang lumayan lah. Dulu pas jaman aku ikut Gadis Sampul, kalau kamu lihat foto-foto aku di Gadis Sampul, itu kayak aku pakai topeng semua mukanya. Karena foundation-nya enggak ada yang gelap, sekarang sudah okelah sudah banyak pilihannya.

Tara Basro - Women on Top

 

Pernah baca sebuah artikel, Tara mendapat penolakan casting gara-gara faktor kecantikan? Boleh diceritakan pengalaman tersebut?

TB: Jadi dulu pas awal-awal aku ikut casting iklan, mereka itu cuma nyari yang look-nya Indo gitu. Bahkan aku belum sempat ngapa-ngapain dan belum sempat di depan kamera juga, baru buka pintu terus dibilangin kayak gini “Oh Mbak maaf kayaknya look-nya enggak yang kita cari”. Terus pas aku lihat iklannya, oh yang kayak gini yang mereka cari. Makanya aku sempat give up, tapi pada akhirnya aku ke film karena obviously kalau di film kan melihatnya ke karakter ya, bukan ke beauty look-nya.

Lalu menurut pandangan Tara, apakah industri film sekarang sudah lebih aware soal keragaman bentuk tubuh?

TB: Kalau secara warna kulit mungkin sudah lebih beragam ya, tapi mungkin secara bentuk aku belum pernah melihat main cast perempuan yang badannya enggak kurus, kecuali film ‘Imperfect’ kemarin.

Sepanjang karier Tara, pernahkah ada sutradara yang menawarkan sebuah film tapi syaratnya harus memutihkan kulit terlebih dahulu?

TB: Untungnya enggak ada, justru sama Teh Nia (Nia Dinata) waktu itu film di ‘Ini Kisah Tiga Dara’, cewek-ceweknya malah diminta untuk tanning semua. Karena soal film pun, aku mencoba bekerja sama dengan orang-orang yang memang memiliki cara pandang hidup yang sama dan punya misi yang sama juga. Jadi, secara tidak sadar punya misi to change perspective of the world gitu.

Tara Basro - Women on Top

Apakah Tara pernah merasa tidak percaya diri dengan warna kulit yang dimiliki?

TB: Pernah merasa serba salah sih lebih tepatnya. Aku sempat berpikir, kalau kulit aku tidak cukup gelap would I still be special or would I still be panutan untuk orang-orang? Makanya ada momen aku sering tanning, biar kulitku tetap gelap.

Tapi, dulu pas aku SMP, aku sempat tidak percaya diri dengan warna kulit aku. Apalagi dulu aku tinggal dan sekolah yang kebanyakan anak-anak Chinese dan Indonesian yang kulitnya putih-putih semua. Terus aku coba fit in, dan aku coba untuk memutihkan kulit aku dengan teknik bleaching segala macam. Makanya aku pikir, kalau misalnya kulitnya enggak putih salah, kulitnya enggak cukup gelap juga salah. Jadi whatever you do, kayanya enggak pernah cukup gitu.

Setiap orang kan punya perasaan insecure, kalau Tara sendiri bisanya insecure soal apa?

TB: Kalau insecurity aku mungkin I want people to like me, dan kadang-kadang bikin aku jadi trying to hard or stressing too much about things. Ya insecurity aku mungkin salah satunya itu. Dulu banyak banget, misalnya insecurity soal fisik, kayak pahanya gede banget, selulitan, tanganku gede banget, padahal pada waktu itu juga it’s nothing, bukan yang maksudnya gede banget atau gimana.

Terus dari sana aku belajar lebih banyak lagi soal tubuh sendiri, misalkan kalau selulitan berarti (mungkin) kurang minum air. Jadi aku pun langsung melihat ke dalam tubuh aku, nutrisi apa yang kurang, bukan malah membeli krim untuk penghilang selulit lah.

Tadi Tara bilang sempet bleaching kulit, lalu kapan Tara akhirnya menerima dan mencintai diri Tara?

TB: Sebenarnya kalau untuk hal kayak gini enggak terjadi dalam semalam ya, butuh pemikiran untuk menerima masa lalu gitu, dan masa lalu itu menjadi tools kita untuk belajar ke depannya dan bagaimana bersikap lebih baik kepada diri sendiri. Jadi dulu aku sempat stop untuk kepengen kulit putih, itu ketika tinggal di Australia. Aku melihat orang-orang kok mereka pada di bawah matahari segala macam, sedangkan aku susah-susah ingin kulit kayak mereka.

Lalu, bagaimana cara Tara untuk bisa mencintai diri sendiri?

TB: Sampai hari ini aku pun masih belajar bagaimana caranya, karena self-love itu menurut aku salah satu perjalanan spiritual setiap manusia. Ibaratnya badan kita punya koneksi langsung ke higher power yang di atas, dan bagaimana caranya dia untuk berkomunikasi dengan kita. Makanya kalau orang nanya (bagaimana caranya mencintai diri sendiri), aku selalu bilang just follow your good feeling, soalnya tubuh itu pasti memberikan tanda-tanda. Dan tanda-tanda itu harus didengarkan dan diakomodasi lebih baik lagi. Menurutku itu adalah salah satu act love for you self.

Warganet juga menganggap Tara adalah idaman para laki-laki. Bagaimana tanggapan Tara?

TB: Ya enggak fair dong kalau misalkan bilang aku idaman, tapi ketika temannya yang bentuknya sama kayak aku dicengin. Iya enggak sih? What’s the point gitu, dan aku paling sebel kalau orang bilang kayak gini “Oh Tara kulitnya cokelat dan eksotis ya, yang mau sama kamu pasti bule-bule”. Oh what the f*** dengan selera bule? Kenapa orang lain yang justru appreciate, sedangkan kita sebagai orang Indonesia enggak bangga dengan diri kita sendiri.

Tara Basro - Women on Top

Apa pesan yang ingin disampaikan untuk perempuan di luar sana agar bisa mencintai dirinya sendiri?

TB: Semua orang tentu memiliki prosesnya masing-masing dan proses tersebut harus dijalani. Jadi untuk segala pengalaman yang sudah dilewati harus bisa menerima dan terbuka untuk belajar hal-hal baru. Yang terpenting harus curiosity, karena ketika sudah nyaman dan enggak mau berubah itu adalah kesalahan yang sangat fatal.

Tara Basro untuk Women on Top

Editor: PARNA
Sumber: kumparan