BATAM – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam mendukung kebijakan mengenai impor barang kiriman yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK.04/2019 yang resmi akan berlaku mulai 30 Januari 2020.

Anggota Komisi II DPRD Batam, Udin P Sihaloho menilai, PMK ini tidak berpengaruh bagi Kota Batam karena merupakan wilayah free trade zone (FTZ) atau bebas pajak.

Tetapi apabila menyangkut urusan bisnis seperti mengirim barang dari Batam ke luar, kemudian dikenakan dengan aturan menurutnya wajar-wajar saja.

“Regulasi tersebut bertujuan untuk melakukan penyelarasan pendapatan negara dari sektor pajak. “Menurut saya normatif itu. Tidak ada masalah,” ujar Anggota Komisi II DPRD Kota Batam Udin P Sihaloho saat ditemui di lobi DPRD Batam, Senin (27/1/2020).

Ia menegaskan, setiap pekerjaan atau bisnis pasti memiliki konsekuensi dan resiko yang harus dihadapi.

Pelaku usaha diminta agar tidak memanfaatkan momen ini untuk kepentingan pribadi dan mengesampingkan hal yang lainnya.

“Paling tidak jika barang di luar daerah tentu kan ada konsekuensi membayar pajak. Itu mau tak mau dong. Karena pendapatan negara itu paling besar dari sektor pajak. Nah kalau kita mengelak dari sini, kita juga tak bisa banyak menuntut dong,” ucap Udin.

Menurutnya, pembahasan intensif dari pemerintah pusat, dilakukan terkait naiknya harga batas pajak barang impor.

Udin menilai, bisa saja pengusaha online mengirimkan paket yang harganya di atas Rp 45 ribu dengan sistem bertahap. Sehingga paket yang dikirim tidak dikenai pajak.

“Seorang pebisnis harus mau dikenakan pajak. Kita harus mengikuti selama pajak itu dikembalikan ke masyarakat untuk kesejahteraan,” katanya.
Udin menambahkan penjualan bisnis melalui online tidak menjadi sektor utama pendapatan bagi negara. Kebijakan yang ditandatangani Menteri Keuangan Sri Mulyani tersebut sudah melalui kajian dan pertimbangan yang matang.

“Jangan karena ada kekhususan untuk Batam ini, kita jadi kesempatan untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan. Kalau peraturan itu datang dari atas, pasti sudah mempertimbangkan baik buruknya untuk Batam ini,” kata Udin.

Pedagang Online di Batam Bereaksi

Ratusan pedagang online shop di Batam bertemu dengan Kepala BP Batam di Balairungsari BP Batam, Senin (27/1/2020).

Pertemuan itu untuk membahas berlakunya PMK 199 Tahun 2019.

Sumber Tribun menyatakan ruangan pertemuan sampai penuh.

Sebelumnya pedagang online shop di Batam menjerit setelah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199 2019 tentang ketentuan kepabeanan, cukai dan pajak atas impor barang mulai 30 Januari 2020.

Aturan tersebut seperti tamparan bagi para pedagang di Kota Batam yang selama ini banyak menjual barang-barang impor.

Termasuk reseller online yang juga banyak menjual barang-barang tersebut ke luar daerah Batam.

Sebutlah sepatu, tas serta produk tekstil yang gerainya berjumlah ratusan di kota ini.

Dalam aturan tersebut, pemerintah akan menerapkan menurunkan ambang batas barang yang bebas tarif impor dari 75 dolar Amerika Serikat (AS) menjadi hanya 3 dolar AS saja.

Dengan kurs saat ini, Rp 14 ribu per dolar, artinya, barang di atas Rp 42.000 akan dikenai tarif impor sebesar 7,5 persen.

Sejumlah barang yang bakal dikenakan tarif itu adalah sepatu, tas dan koper serta sepatu serta produk tekstil atau garmen.

Produk itu merupakan barang-barang konsumer paling laris-manis saat ini, terutama perdagangan online.

Sebenarnya, beleid ini bertujuan mulia, yakni untuk melindungi industri lokal dari serbuan barang-barang impor semakin hari semakin membuat sesak pasar ritel Indonesia.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal bea dan Cukai Syarif Hidayat mengungkapkan bahwa produk dalam negeri kalah bersaing dengan produk impor, terutama China.

Selain itu, aturan ini adalah untuk memudahkan pengusaha dan jasa pengiriman karena bea masuk terhadap barang kiriman ini dikenakan tarif tunggal.

Pasalnya, di sisi lain, pemerintah juga memangkas pungutan pajak dalam rangka impor (PDRI).

Jika sebelumnya tarif berkisar ± 27,5%-37,5% yang terdiri dari bea masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 10% dengan NPWP, dan PPh 20% tanpa NPWP, kini semuanya menjad i± 17,5% saja, yang terdiri dari bea masuk 7,5%, PPN 10 %, dan PPh 0%.

“Penetapan tarif normal ini demi menciptakan perlakuan yang adil dalam perpajakan atau level playing field antara produk dalam negeri yang mayoritas berasal dari IKM dan dikenakan pajak dengan produk impor melalui barang kiriman serta impor distributor melalui kargo umum,” ujar Syarif.

Kepala BP Batam temui Menkeu

Sebelumnya Kepala BP Batam Muhammad Rudi akan menghadap Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Hal ini menyikapi keluhan dari pengusaha terkait dampak Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199 Tahun 2019 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai dan Pajak atas Impor Barang Kiriman.

Tak menunggu lama, Rudi juga mengaku akan merapatkan jajarannya terkait persoalan itu.

“Ada keluhan yang masuk. Untuk itu akan kami surati dan ketemu, habis ini rapat di BP untuk merapatkan soal itu,” kata Rudi, Selasa (21/1/2020).

Seperti diketahui, PMK yang mulai berlaku 30 Januari 2020 itu menurunkan ambang batas barang impor toko dalam jaringan dari 75 dolar AS menjadi tiga dolar AS.

Dengan aturan itu, maka masyarakat yang berbelanja barang dari Batam dengan nilai di atas 3 dolar AS (sekitar Rp45 ribu) dikenakan pajak.

Karena barang yang dikirim dari Batam ke daerah lain di Indonesia diperlakukan sebagai impor.

Banyak pengusaha bidang importir khawatir dengan keluarnya aturan itu berpotensi mematikan pedagang online di Batam.

Sebab harga jual final tidak bisa bersaing dengan harga jual produk luar Batam.

Menyiasati hal tersebut, Kepala BP Batam segera menyurati Menkeu agar mengkaji ulang kebijakan.

“Kami akan menghadap beliau, karena kami terima PMK, tugas kami melapor kembali, apa solusi dari Menteri, melalui Dirjen. Ya tentunya, karena ini menyangkut hajat hidup pengusaha online lain,” tuturnya.

Andre Tan selaku pengusaha bidang online mengeluhkan program itu. Menurut Andre, dengan kebijakan tersebut menimbulkan keresahan. Karena selama ini, impor barang tidak sebesar itu.

“Kita kerja dan berusaha untuk untung. Tentu, dengan kebijakan itu, jika kita naikan maka minat masyarakat konsumen bakal tak mau. Dan akhirnya, usaha kami pelan-pelan mati,” kata dia.

Cara Penghitungannya

Ratusan pedagang online di Batam memprotes berlakunya PMK 199 Tahun 2019 tentang kepabeanan.

Mereka bertemu dengan Kepala BP Batam Muhammad Rudi di kantor BP Batam, Senin (27/1/2020).

Pedagang online di Batam menjerit karena aturan baru itu memukul usaha mereka.

Berlakunya PMK 199 Tahun 2019 akan menjadikan barang dari Batam lebih mahal dari biasanya.

Sebab, barang-barang impor yang keluar dari Batam akan dikenakan bea masuk mulai 30 Januari 2020.

Hal ini berlaku setelah adanya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 199/PMK 010 2019. Aturan itu menurunkan ambang batas bebas bea masuk dari 75 dollar AS menjadi hanya 3 dollar AS atau setara dengan Rp 42.000 (kurs Rp 14.000).

Itu artinya, harga barang impor yang lebih dari Rp 42.000 akan dikenakan bea masuk sehingga harganya akan lebih mahal.

Ketentuan ini juga berlaku untuk barang impor yang keluar dari Batam.

Sebenarnya di dalam aturan PMK 199/PMK 010 2019 dijelaskan, semua barang dari luar negeri yang masuk ke Batam tidak dikenakan bea masuk dan pajak impor.

Namun demikian, bila barang tersebut dikeluarkan dari Batam ke wilayah Indonesia lainnya, maka akan dikenakan bea masuk dan pajak impor sesuai dengan yang telah ditentukan.

“Jadi semua barang dari Batam eks luar negeri yang masuk ke daerah Indonesia lainnya dianggap impor,” ujar Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga DJBC Syarif Hidayat ketika dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (24/1/2020).

Bagaimana cara perhitungannya?

Perlu diketahui, dengan penurunan ambang batas tersebut, pemerintah menerapkan tarif pajak impor sebesar 17,5 persen yang terdiri atas bea masuk 7,5 persen dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen dan Pajak Penghasilan (PPh) 0 persen.

Tarif ini tidak berlaku untuk produk tekstil, tas, dan sepatu karena dikecualikan.

Misalkan Anda membeli barang impor seharga 14,9 dollar AS. Ditambah ongkos kirim dan asuransi masing-masing 3 dollar AS dan 1 dollar AS, maka harga barang tersebut 18,9 dollar AS atau Rp 283.500 (kurs Rp 15.000 per dollar AS).

Cara menghitung bea masuk:

Rp 283.500 (harga barang) X 7,5 persen (tarif bea masuk) = Rp 21.262,5

Cara menghitung PPN:

Rp 305.500 (harga barang+bea masuk) X 10 persen (tarif PPN) = Rp 30.550

Total harga barang impor yang harus dibayar:

Rp 283.500 (harga barang) + Rp 21.262,5 (bea masuk) + Rp 30.550 (PPN) = Rp 335.312,5

Adapun untuk produk tekstil, tas, dan sepatu diterapkan tarif pajak yang berbeda. Untuk tas, sepatu, dan produk tekstil seperti baju, besaran tarifnya tetap mengikuti tarif normal.

Bea masuknya berkisar 15-20 persen untuk tas, 25-30 persen untuk sepatu dan 15-20 persen untuk produk tekstil. Ini belum ditambah PPN sebesar 10 persen dan PPh 7,5 persen hingga 10 persen.

persen untuk tas, 25-30 persen untuk sepatu dan 15-20 persen untuk produk tekstil.

Editor: PARNA
Sumber: tribunbatam