JAKARTA – Panglima Komando Armada I TNI Laksamana Muda Muhammad Ali mengatakan bahwa Natuna, Ambalat, dan Papua adalah titik masalah atau trouble spot wilayah perbatasan yang akan difokuskan. Mengenai Papua, dia menyebut salah satu negara berpotensi merebutnya dari Indonesia.

“Jadi sekarang kita sedang sibuk menghadapi 3 trouble spot. Pertama di Laut Cina selatan atau laut Natuna Utara, Kedua di Papua, dan trouble spot ketiga di Ambalat,” kata dia saat menghadiri diskusi di KAHMI Center, Jakarta, Jumat (24/1).

“Untuk Papua kita menjaga dari yang berpotensi merebut Papua,” tambahnya.

Mengenai Natuna, persoalan di sana berkaitan dengan kapal asing yang kerap mengeksploitasi. Padahal, berdasarkan UNCLOS PBB 1982, perairan Natuna termasuk wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Termutakhir, ada sejumlah kapal nelayan China yang menangkap di perairan Natuna pada Desember 2019 dan awal Januari lalu. TNI berulang kali mengusir mereka yang dikawal kapal coast guard.

Guna menjaga tiga trouble spot wilayah perbatasan, Ali menyebut TNI sudah membentuk tiga Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan).

Kogabwilhan I berkedudukan di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau, Kogabwilhan II di Balikpapan, Kalimantan Timur, dan Kogabwilhan III di Biak, Papua. Semuanya menjaga wilayah yang berbeda-beda.

“Di mana konsentrasi kekuatan laut untuk jaga perairan Indonesia khususnya di perbatasan,” kata dia.

Selain itu, Ali menjelaskan bahwa TNI kerap melakukan operasi pertahanan di wilayah perbatasan perairan Indonesia. Ia mencontohkan operasi di perairan Natuna Utara, TNI kerap melakukan pengawasan melalui udara mengawasi wilayah perbatasan perairan Indonesia.

“Apabila ada target kita kirim kapal,” kata dia.

Apabila ada kapal coast guard asing, Ali menjelaskan TNI akan lakukan upaya shadowing dan langkah persuasif untuk mengusirnya dari perairan Indonesia. Dengan kata lain, tidak langsung menangkapnya.

“Seperti kemarin kita megusir kapal-kapal ikan China, kemudian berkomunikasi dengan coast guard mereka kita berupaya soft dulu. Kalau mereka soft enggak mau, baru hard power,” kata dia.

Konflik kerap terjadi di Papua sejak dulu. Sempat kembali terjadi pada Agustus-September 2019 lalu dalam skala yang cukup besar.

Bermula dari pernyataan bermuatan rasialisme kepada mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur. Masyarakat Papua lantas meminta aparat menindak tegas oknum rasialis tersebut.

Unjuk rasa dilakukan di berbagai wilayah di Papua dan Papua Barat. Banyak fasilitas umum yang rusak. Aktivitas perekonomian pun lumpuh di sejumlah daerah.

Menko Polhukam kala itu, yakni Wiranto, mengatakan ada negara lain yang berkepentingan dalam kerusuhan di Papua. Dia menyebut nama negara Pasifik, yaitu Vanuatu.

Ihwal Australia, Wiranto tidak mengatakan negara kanguru tersebut berada di belakang kerusuhan Papua.

“Hasil lobi kita Australia, PNG [Papua New Guinea] dan Fiji meneguhkan pengakuan bahwa Papua dan Papua Barat adalah bagian sah dari NKRI,” kata Wiranto di Jakarta (9/9/2010).

Catatan Redaksi: Judul berita ini diubah pada Sabtu (25/1) pukul 18.10 WIB setelah mendapat klarifikasi dari pihak TNI. (rzr/bmw)

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia