JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai penasihat hukum terdakwa enam aktivis Papua yang terjerat dugaan makar dan pemufakatan jahat tidak paham mengenai sistematika hukum lantaran mempermasalahkan tidak dicantumkannya Pasal 87 KUHP dalam surat dakwaan.

Jaksa berpendapat pasal tersebut merupakan ketentuan yang memberikan tafsir terhadap pengertian makar yang dipergunakan dalam Pasal 106 dan 110 KUHP. Diketahui, dua pasal terakhir merupakan Pasal yang didakwakan terhadap Surya Anta dkk.

Hal tersebut disampaikan Jaksa merujuk pada ketentuan Pasal 143 KUHAP dan Surat Edaran Jaksa Agung No. 004/JA/11/1993 jo Surat JAM Pidum No. B-607/E/11/1993.

“Ketentuan Pasal 87 KUHP tidak perlu dicantumkan dalam surat dakwaan, karena sejatinya surat dakwaan adalah surat tuduhan terhadap perbuatan terdakwa disertai dengan locus dan tempus delicti-nya,” ujar Jaksa Permana di PN Jakarta Pusat, Jalan Bungur, Senin (20/1).

Jaksa menyatakan telah membuat surat dakwaan yang disusun berdasarkan peraturan perundang-undangan dan doktrin pedoman dalam praktik peradilan. Atas dasar itu, Jaksa meminta majelis hakim menolak seluruh eksepsi yang diajukan kuasa hukum.

“Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan keberatan penasihat hukum mengenai surat dakwaan merupakan keberatan yang tidak berdasar dan harus dikesampingkan,” ucap Jaksa.

Tim kuasa hukum terdakwa kasus makar dan pemufakatan jahat yang juga aktivis Papua, Surya Anta Ginting cs, mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/1).

Dalam eksepsinya, tim kuasa hukum menilai dakwaan jaksa tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap karena tidak menjelaskan arti makar yang didakwakan pada Surya cs.

“Tidak ada satu pun kalimat dalam surat dakwaan yang menjelaskan pengertian tentang ‘makar’ atau tolok ukur perbuatan makar, sehingga hal ini menimbulkan kebingungan para terdakwa, penasihat hukum, dan publik atas tuduhan jaksa,” ujar kuasa hukum Tigor Hutapea saat membacakan eksepsi.

Menurut Tigor, jaksa mestinya juga mencantumkan Pasal 87 KUHAP. Dalam beleid tersebut menyebutkan bahwa tolok ukur makar adalah apabila niat telah muncul nyata dari permulaan pelaksanaan. Sementara dalam surat dakwaan, jaksa tak menjelaskan hal tersebut.

“Dengan demikian, kami mohon majelis hakim menyatakan surat dakwaan penuntut umum batal demi hukum karena tidak mencantumkan ketentuan Pasal 87 KUHAP,” katanya.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia