Manila – Mantan Kepala Kepolisian Filipina, Oscar Albayalde, dijerat dakwaan korupsi terkait perang melawan narkoba yang digaungkan Presiden Rodrigo Duterte. Albayalde didakwa melindungi para polisi yang terlibat perdagangan narkoba.

Albayalde mengundurkan diri dari jabatannya pada Oktober 2019 lalu saat baru menjabat setahun lebih. Sebagai Kepala Kepolisian Filipina, Albayalde sebelumnya bertugas memimpin perang melawan narkoba yang dilaporkan telah menewaskan ribuan tersangka.

Seperti dilansir AFP, Jumat (17/1/2020), Departemen Kehakiman Filipina dalam pernyataannya menyebut para jaksa telah menemukan ‘dasar yang cukup’ untuk mendakwa Albayalde atas tindak pidana korupsi.

Dalam dakwaannya, dia dituduh tidak menghukum para polisi yang gagal menunjukkan keberadaan 163 kilogram narkoba dan uang tunai 9,7 juta peso yang disita dari operasi penggerebekan narkoba. Dengan kata lain, Albayalde didakwa melindungi polisi yang terlibat praktik ‘daur ulang’ narkoba yang menjadi barang bukti (barbuk).

Disebutkan Departemen Kehakiman bahwa 13 polisi lainnya yang terlibat praktik ‘daur ulang’ narkoba itu akan dijerat dakwaan bervariasi, mulai dari dakwaan perdagangan narkoba, korupsi dan menerima suap atas keterlibatan dalam operasi antinarkoba di Provinsi Pampanga, Manila bagian utara.

Albayalde sebelumnya berulang kali menyangkal telah melindungi para polisi itu atau meraup keuntungan dari narkoba yang disita.

Dakwaan korupsi yang dijeratkan terhadap Albayalde memiliki ancaman hukuman maksimum 10 tahun penjara.

Kasus ‘daur ulang’ narkoba itu terjadi saat Albayalde masih menjabat sebagai Kepala Kepolisian Pampanga tahun 2013 lalu. Sejumlah saksi dalam keterangan di hadapan Senat Filipina beberapa waktu lalu menuduh Albayalde berusaha mencegah pemecatan 13 polisi yang dituduh mencuri narkoba yang disita dalam penggerebekan. Dugaan menyebut narkoba itu dijual kembali di pasar gelap.

Menurut keterangan saksi di hadapan Senat Filipina, Albayalde berupaya mencegah pemecatan 13 polisi tersebut.

Tuduhan gratifikasi dan penganiayaan terhadap polisi tidak tergolong langka di Filipina. Duterte pernah dua kali memerintahkan pihak kepolisian untuk menghentikan operasi antinarkoba karena adanya tuduhan korupsi dan pembunuhan oleh polisi.

Bulan lalu, Kepolisian Filipina mengakui sedikitnya 5.552 tersangka tewas operasi antinarkoba sejak Duterte menjabat pada Juni 2016. Kelompok-kelompok pejuang HAM menyebut jumlah korban tewas yang sebenarnya lebih banyak, bahkan hingga mencapai empat kali lipatnya. Kelompok HAM menyebut pembunuhan tersangka narkoba itu mengarah pada kejahatan terhadap kemanusiaan. Jaksa Mahkamah Pidana Internasional telah memulai penyelidikan awal terhadap hal tersebut.

Editor: PARNA
Sumber: detiknews