BATAM – Lokalisasi prostitusi terbesar di Kota Batam, Kepulauan Riau, saat ini menjadi sorotan. Ada wacana ditutup. Meniru Gang Dolly Surabaya, Jawa Timur.

Ratusan pekerja seks komersial dipekerjakan di sana. Melayani pria-pria ‘hidung belang’. Semua tempat Pusat Rehabilitasi Sosial Non Panti (PRSNP) Teluk Pandan itu disulap jadi ajang transaksi seks.

Puncaknya sudah sering terjadi kasus perdagangan manusia di sana. Mirisnya lagi anak-anak dijadikan budak nafsu.

Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Kota Batam, Hasyimah, mengaku kecolongan, termasuk para ketua RT dan RW setempat.

“Tetap kami serahkan RT/RW, mereka akan lapor pada kami, sebulan sekali, berapa orang yang masuk dan keluar,” kata Hasyimah yang sadar kecolongan.

Hasyimah padahal berniat di sana jadi tempat pelatihan dan sosialisasi para wanita tuna susila.

“Nanti kami banyakkan pelatihan,” ujar Hasyimah, Kamis (16/1/2020).

Hasyimah berniat mengajak sejumlah lembaga berwenang lainnya. Termasuk Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak. Dinas yang seharusnya peduli terhadap nasib anak dan perempuan di Batam.

Hasyimah mengakui, lokasi tersebut murni milik Pemko Batam. “Jangan sampai kecolongan lagi,” katanya.

Hasyimah mengatakan, keberadaan bar-bar di lokasi 1001 malam itu tergolong wajar.

Ia juga ikut bangga, dari semula ada 1.600 pelacur di sana, berkurang menjadi 174 orang.

Sementara itu, dari penelusuran batamnews ke kawasan itu, Kamis (16/1/2020) salah seorang pemilik bar membenarkan Dinas Sosial juga memberikan penyuluhan terhadap wanita-wanita yang ada di lokasi itu.

Akan tetapi, tidak ada penyuluhan untuk keterampilan seperti hal-hal yang dapat membuat lapangan kerja baru.

“Dinsos itu datang ke sini cuma ngadain kegiatan. Nanti kita dikabarin dan kita dikoordinir. Kegiatan penyuluhan, ngasih pengarahan,” ujar pria tersebut.

Editor: PARNA
Sumber: batamnews