JAKARTA – Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan bahwa Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II yang terjadi pada 1998 lalu bukan termasuk pelanggaran HAM berat.

Hal itu ia katakan berdasarkan hasil Rapat Paripurna DPR yang menyatakan dua kasus tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat.

“Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II, telah ada hasil Rapat Paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat,” kata Burhanuddin saat menggelar rapat dengan Komisi III DPR, Jakarta, Kamis (16/1).

Buhanuddin tak menyebutkan kapan Rapat Paripurna DPR itu digelar. Namun hari ini dia menegaskan Peristiwa Semanggi I dan Semanggi II bukan pelanggaran HAM berat berdasarkan rapat paripurna DPR sebelumnya. Hasil itu bukan berdasarkan penyidikan kejaksaan Agung.

Lebih lanjut, Burhanuddin menyatakan pihaknya memiliki kendala dalam menuntaskan pelbagai kasus dugaan pelanggaran HAM berat masa lalu. Salah satu hambatannya adalah ketiadaan pengadilan HAM ad hoc hingga saat ini.

Jaksa Agung: Peristiwa Semanggi Bukan Pelanggaran HAM BeratSuasana rapat di Komisi III DPR RI. (Antara Foto: Hafidz Mubarak A)
Terlebih lagi, kata dia, pengadilan HAM ad hoc bisa dibentuk atas usul DPR RI berdasarkan perkara tertentu yang didukung oleh keputusan presiden.

Tak hanya itu, Burhanuddin menyatakan berkas hasil penyelidikan peristiwa pelanggaran HAM masa lalu masih terkendala terkait kecukupan alat bukti

“Berkas hasil penyidikan Komnas HAM belum menggambarkan atau menjanjikan 2 alat bukti yang kami butuhkan,” kata dia.

Peristiwa Semanggi I diawali dengan demonstrasi mahasiswa yang menolak Sidang Istimewa MPR yang digelar pada 10-13 November 1998. Kala itu mahasiswa menganggap sidang tersebut akan dijadikan ajang konsolidasi kroni-kroni Soeharto. Mereka yang mengikuti sidang adalah anggota MPR RI hasil pemilu 1997.

Hasil penyelidikan Komnas HAM menyimpulkan dalam kasus Semanggi I, II dan Trisakti telah terjadi praktik Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (Crime Against Humanity) yakni praktik pembunuhan, perbuatan tidak berperikemanusiaan yang berlangsung secara sistematik, meluas dan ditujukan pada warga sipil.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia