Ada suatu masa ketika Hakan Sukur adalah pahlawan sepak bola paling dipuja di Turki. Kiprahnya bersama Galatasaray dan Timnas Turki membuat nama Sukur jadi begitu masyhur. Akan tetapi, saat ini segalanya telah berubah. Kini, dia terpaksa menyambung hidup dengan menjadi sopir Uber.

Setelah pensiun sebagai pesepak bola pada 2008 di usia 37 tahun bersama Galatasaray, Sukur sempat melakukan apa yang dilakukan banyak eks pemain lain: menjadi analis sepak bola di televisi.

Namun, karier itu tidak lama dia jalani. Setelahnya Sukur terjun ke politik dan akhirnya terpilih menjadi anggota parlemen pada 2011 sebagai anggota Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP), partai yang juga mengusung Recep Tayyip Erdogan.

Keterlibatan di politik inilah yang kemudian membuat hidup Sukur berubah. Hanya dua tahun menjabat di parlemen, dia mengundurkan diri sebagai bentuk protes atas rencana pemerintah melarang keberadaan dershane.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan

Dershane di Turki mirip dengan bimbingan belajar (bimbel) di Indonesia. Pemerintah Turki menilai dershane sebagai bagian dari masalah pendidikan di Turki dan Sukur tidak setuju.

Kebijakan pemerintah Turki pimpinan Erdogan untuk membubarkan dershane ada kaitannya dengan ketakutan mereka terhadap Hizmet alias pusat-pusat pendidikan bikinan Fethullah Guelen.

Guelen adalah seorang ulama yang sebenarnya pernah bahu-membahu bersama Erdogan pada masa lampau tetapi kemudian dicap sebagai musuh negara. Sukur sendiri punya hubungan dekat dengan sang ulama.

Sampai akhirnya, Sukur juga ‘kena batunya’. Pada 2016, perintah penangkapan terhadap Sukur muncul dengan tuduhan menghina Erdogan di Twitter. Inilah yang kemudian membuatnya kabur ke luar negeri setahun kemudian.

Hakan Sukur

Mulai 2017, Sukur menetap di San Francisco, California, Amerika Serikat. Rencana membuka kafe dia wujudkan di kota tersebut. Akan tetapi, usaha itu tidak bertahan lama dan kini dia menjadi sopir Uber untuk menyambung hidup. Kepada Welt am Sonntag, Sukur bertutur soal ini.

“Aku tidak punya apa-apa lagi, Erdogan telah merampas segalanya, mulai dari kebebasan berekspresi sampai hak untuk bekerja. Tidak ada yang bisa menjelaskan apa kesalahanku. Mereka cuma bilang aku ini pengkhianat atau teroris,” tutur Sukur.

“Aku memang musuh rezim, tetapi bukan musuh negara dan bangsa Turki. Aku mencintai negaraku. Setelah berpisah dengan Erdogan, aku mulai menerima ancaman. Toko istriku diserang, anak-anakku diganggu, ayahku dijebloskan ke penjara, dan aset-asetku semuanya disita.”

“Maka dari itu, aku pindah ke Amerika. Awalnya aku membuka sebuah kafe di California, tetapi orang-orang aneh terus datang ke sana. Akhirnya, sekarang aku menjadi sopir Uber dan menjual buku untuk menyambung hidup,” tutupnya.

Editor: PARNA
Sumber: kumparan