JAKARTA – Bermula dari kesalahan investasi, PT Asuransi Jiwasraya (Persero) kini dihadapkan pada kewajiban pengembalian dana nasabah mencapai Rp12,4 triliun. Dana itu merupakan akumulasi kewajiban pencairan klaim polis yang gagal dibayar perusahaan sampai periode Oktober-Desember 2019.

Perjalanan gagal bayar polis nasabah Jiwasraya mulanya ‘hanya’ sebesar Rp802 miliar pada Oktober 2018. Gagal bayar itu berasal dari polis jatuh tempo dari produk JS Saving Plan.

JS Saving Plan merupakan produk asuransi yang memberi jaminan diri dan investasi masa depan. Produk dengan durasi kontrak selama lima tahun ini mulai ditawarkan ke nasabah melalui tujuh bank mitra pada 2013, seperti BRI, BTN, Standard Chartered Bank, Bank KEB Hana Indonesia, Bank Victoria, Bank ANZ, dan Bank QNB Indonesia.

Perusahaan asuransi negara tak bisa membayar pengembalian pencairan polis karena ada ketidakcocokan antara tingkat imbal hasil yang diberikan ke nasabah dan penempatan investasi perusahaan pada sejumlah instrumen. Jiwasraya menawarkan imbal hasil produk yang cukup tinggi kepada nasabah dengan nilai berkisar 9 persen sampai 13 persen per tahun.

Sementara hasil penempatan investasi perusahaan justru terus menyusut. Investasi di reksa dana yang semula mencapai Rp19,17 triliun pada 2017 turun menjadi Rp6,64 triliun pada 2019.

Begitu pula dengan investasi saham dari Rp6,63 triliun pada 2017 menjadi Rp2,48 triliun pada 2019 dan deposito dari Rp4,33 triliun pada 2017 menjadi Rp800 miliar pada 2019.

“Kesalahan investasi ini membuat Jiwasraya menjadi kolaps seperti sekarang. Kalau kita lihat saham-saham yang diinvestasikan Jiwasraya memang saham ‘gorengan’,” ungkap Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga, beberapa waktu lalu.

Selang setahun, jumlah gagal bayar polis nasabah produk JS Saving kemudian membengkak menjadi Rp12,4 triliun. Nilai ini merupakan akumulasi dari pertambahan polis yang gagal bayar dan bunga pencairan polis yang tak kunjung dibayarkan.

Berdasarkan data para nasabah yang ditinggal pencairan polisnya oleh Jiwasraya, setidaknya ada 17 ribu pemegang polis atas produk tersebut. Menariknya, pemegang polis rupanya bukan hanya Warga Negara Indonesia (WNI).

Ketua Kamar Dagang dan Industri Korea Selatan Lee Kang Hyun mencatat setidaknya ada 474 warga negara Negeri Gingseng yang diduga menjadi korban gagal bayar klaim Jiwasraya. Menurut perkiraannya, total klaim asuransi yang gagal dibayarkan Jiwasraya kepada seluruh nasabah kewarganegaraan Korea mencapai Rp572 miliar.

“Yang dibayar lunas baru 10 nasabah, dengan nilai klaim masing-masing kurang dari Rp1 miliar. Masih ada 474 nasabah yang belum dibayar hingga hari ini, termasuk saya dan warga negara Korea yang bekerja di Indonesia,” ujar Hyun kepada CNNIndonesia.com.

Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko berjanji akan membayarkan tunggakan klaim asuransi nasabah JS Saving Plan pada 2020 mendatang. Ia optimistis bisa meraup dana segar dari beberapa upaya yang akan dilakukan dalam menyehatkan keuangan perusahaan asuransi BUMN itu.

“Iya (tunggakan klaim saving plan mulai dibayarkan),” katanya.

Hanya saja, Hexana tak menyebut secara spesifik target raihan dana segar dari upaya penyehatan yang akan dilakukan. Hal yang pasti sebagian dana akan digunakan untuk bayar tunggakan klaim dan sisanya untuk operasional.

“Ada modelnya, uang masuk tidak untuk bayar semua (tunggakan klaim) karena perusahaan harus tetap jalan,” tuturnya.

Ia menyatakan salah satu strategi untuk menyelamatkan Jiwasraya adalah pelaksanaan dari mitra strategis untuk mengelola anak usaha, yakni Jiwasraya Putra. Saat ini, ia bilang sudah ada enam investor yang sedang mengikuti uji tuntas atau due diligence.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia