Pengadilan di Amerika Serikat (AS) menuntut seorang Warga Negara Indonesia (WNI) bernama Sunarko Kuntjoro dan 3 perusahaan asal Indonesia atas tuduhan melakukan pelanggaran ekspor atau penyelundupan barang ke Iran. Tuntutan dilakukan di Pengadilan Negeri AS Distrik Columbia.

Sunarko tercatat sebagai mantan VP Engineering Maintenance and Information System Garuda Indonesia. Pria berusia 68 tahun itu juga pernah menjadi saksi di KPK, untuk kasus suap pengadaan mesin pesawat Rolls-Royce yang menjerat eks Dirut Garuda Indonesia, Emirsyah Satar.

Sedangkan 3 perusahaan asal Indonesia yang didakwa adalah PT MS Aero Support (PTMS), PT Kandiyasa Energi Utama (PTKEU), dan PT Antasena Kreasi (PTAK).

Mengutip keterangan Pengadilan Negeri AS Distrik Columbia, Sunarko dan 3 perusahaan berbasis di Indonesia mengekspor produk dan teknologi AS ke Iran, yang sedang terkena sanksi embargo Pemerintah AS. Mereka mengekspor produk dan teknologi buatan AS ke maskapai penerbangan Iran, Mahan Air.

Dengan bisnis yang dianggap ilegal oleh AS itu, mereka disebut memperoleh keuntungan.

PTR, Ilustrasi reaktor nuklir Iran

Menurut dakwaan, Sunarko yang tercatat sebagai pemilik dan Presiden Direktur PTMS pada periode Maret 2011 dan Juli 2018 berkonspirasi dengan Mahan Air dan eksekutif Mahan Air bernama Mustafa Oveici, serta seorang warga AS dan perusahaannya.

Mahan Air masuk daftar hitam AS karena menyediakan bantuan pendanaan, material, dan teknologi kepada pasukan keamanan Iran atau Iran’s Islamic Revolutionary Guard Corps-Qods Force.

“Konspirasi dilakukan dengan membawa barang milik Mahan Air melalui PTMS, PTKEU, dan PTAK untuk dikirim dan diperbaiki di AS dan kemudian dilakukan re-ekspor ke Mahan Air di Iran dan negara lain,” tulis Tuntutan Pengadilan Negeri AS Distrik Columbia seperti dikutip kumparan, Rabu (18/12).

Masih di dalam dakwaan, Sunarko dan 3 perusahaan Indonesia melakukan aktivitas ekspor dari atau ke Iran tanpa memperoleh izin dari Departemen Keuangan dan Departemen Perdagangan AS.

Mereka diduga mengharapkan keuntungan finansial dari aktivitas itu dengan melanggar peraturan-peraturan AS, seperti Undang-undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional 1977 (IEEPA), Peraturan tentang Transaksi dan Sanksi Iran (ITSR), peraturan ekspor, dan Peraturan tentang Sanksi Terorisme Global (GTSR).

Atas tindakan pelanggaran regulasi AS, Sunarko terancam hukuman maksimum 20 tahun penjara dan denda USD 1 juta atas tuduhan melanggar IEEPA dan memalsukan keterangan terhadap pemerintah AS.

Sunarko juga terancam hukuman maksimum 20 tahun penjara dan denda USD 500.000 atas tuduhan konspirasi pencucian uang; dan maksimum 5 tahun penjara dan denda USD 250.000 atas tuduhan membuat pernyataan palsu.

“Investigasi dilakukan oleh Agen Khusus dari Departemen Perdagangan AS, Biro Industri dan Keamanan, Kantor Penegakan Peraturan Ekspor, dengan bantuan dari Agen Khusus dari Homeland Security Investigations di San Diego dan Miami,” tutupnya.

Editor: PARNA
Sumber: kumparan