Alam bergerak dengan hukum-hukumnya, senantiasa menjaga keseimbangan. Bagaimana keterhubungan semua elemen di alam terlukiskan dari setiap kenyataan sederhana yang tiba-tiba menghampiri kita.

Seperti pekan ini, se-Jawa Tengah dan DIY dihebohkan dengan wabah serangan tawon vespa affinis atau tawon endhas yang membuat sepasang suami istri di Pemalang tewas dan puluhan warga di Klaten menderita.

Ya, merebaknya populasi tawon vespa berarti ada sesuatu dengan predator alaminya dan juga apa yang menjadi mangsa dari tawon endhas. Anak-anak sekolah dasar hapal benar dengan rantai makanan, orang dewasa yang sering lupa.

Di balik kengerian sengatan yang bisa menyebabkan kematian pada manusia, tawon vespa affinis sebenarnya memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Sebagai predator, tawon endhas akan memangsa beberapa jenis serangga di habitat alaminya sehingga populasinya akan tetap terjaga.

“Maka jika (tawon endhas) punah, akan terpotong jejaring pakan di alam. Bisa jadi mengakibatkan outbreak beberapa spesies lainnya yang merugikan manusia,” ujar Pakar Serangga dan Hama Fakultas Peternakan UGM, Suputa, Kamis (28/11).

Namun tawon endhas kerap dianggap sebagai musuh manusia ketika dia berada di tempat yang dekat dengan aktivitas manusia, misal di tengah permukiman. Hal ini karena tawon endhas memiliki karakter yang sangat agresif, sangat mudah menyerang ketika merasa terganggu.

Suputa mengatakan ada beberapa faktor penyebab tawon endhas ini masuk ke permukiman warga. Pertama adalah rusaknya habitat asli tawon endhas, semakin sedikit pepohonan yang biasa dijadikan tempat tinggalnya. Selain itu, semakin menyempitnya lahan hutan juga akhirnya membuat tawon endhas harus mencari tempat tinggal lain, salah satunya permukiman penduduk.

Menghilangnya Burung-burung

Selain rusaknya habitat asli, mewabahnya populasi sarang tawon endhas di pemukiman, menurut Suputa, juga disebabkan oleh menurunnya populasi predator alami tawon endhas, yakni burung-burung pemangsanya.

“Predator alami tawon vespa ini di antaranya burung pelatuk hijau, burung pentet, dan burung gelatik abu. Nah, populasi burung-burung itu di alam makin berkurang karena perburuan untuk diperjualbelikan,” katanya.

Senada, pengamat Burung Raptor, Asman Adi Purwanto mengatakan, salah satu jenis burung yang biasa menjadi pemangsa massif tawon endhas adalah jenis elang sikep-madu asia atau Pernis ptilorhynchus orientalis.

Elang ras ini merupakan jenis raptor yang bermigrasi dari wilayah Asia Timur, Siberia, Jepang, Korea, dan Taiwan. Musim migrasi tahun lalu, jumlah raptor jenis ini yang teramati di Bali ada sekitar 8.000 sampai 9.000 individu. Sayangnya, elang sikep-madu asia kerap menjadi target buruan manusia.

“Musuh utamanya pemburu, manusia. Beberapa teman burung elang sikep-madu asia juga ditembak oleh pemburu,” kata Asman saat dihubungi kemarin.

Selain ancaman pemburu liar, elang sikep-madu asia juga terancam oleh rusaknya ekosistem alami. Hal itu mengakibatkan bergesernya rute migrasi burung sikep-madu asia sehingga jumlah yang melewati Indonesia pun mengalami penurunan.

“Pergeseran jalur migrasi terjadi karena adanya alih fungsi lahan,” ujar Asman.

Rute migrasi elang sikep-madu asia melintas dari China melewati beberapa negara, dari Thailand-Malaysia-Singapura-Kepulauan Riau-Palembang-Lampung-Jawa, hingga Nusa Tenggara Timur.

Rute tersebut tidak akan berubah, kecuali ada gangguan alam. Misalnya pada 2005 silam, ketika jalur migrasi raptor di Indonesia mengalami disorientasi karena menghindari asap pembakaran hutan di Kalimantan.

Sebenarnya ada juga jenis elang yang menetap, namun karena adanya penyempitan hutan yang terjadi terus menerus membuat populasinya pun terus menerus. Sebab, habitat elang tersebut juga ada di hutan-hutan alami.

Supata mengatakan, langkah paling tepat untuk menangani wabah tawon endhas bukanlah membasminya hingga habis dari muka bumi, melainkan dengan memperbaiki ekosistem alami. Jika hutan sebagai ekosistem alami tawon endhas sudah diperbaiki, maka tawon endhas akan menjalankan fungsinya sebagai penyeimbang alam.

“Kalau punah bisa jadi akan timbul masalah lain, khususnya bila tawon ini menjadi kompetitor bagi hewan yang punya potensi mengganggu manusia. Para pakar serangga musti diajak berembug, saya sebagai peneliti hama tentu penting untuk mengetahui lebih jelas dampak tawon endhas bagi pertanian dan perkebunan kita,” papar Suputa. (Widi Erha Pradana / YK-1)

Editor: PARNA
Sumber: kumparan