Solusi Dikeluarkan dari Sekolah

Bersinggungan dengan kepercayaan di keluarga, dua pelajar di Batam enggan untuk hormat pada bendera merah putih ketika upacara senin berlangsung.

Diketahui kedua siswa itu duduk di bangku kelas XI SMPN 21 Kelurahan Sei Langkai, Kecamatan Sagulung, Kota Batam, Kepulauan Riau.

Kedua siswa dan para orang tuanya sudah kerap di mediasi oleh para guru bahkan perwakilan guru komite juga ikut mediasi. Namun solusi tengahnya belum juga ada titik temu.

Proses mediasi kepada orang tua kedua pelajar tersebut juga dilakukan Babinsa serta Polsek Sagulung dengan mencoba memberikan arahan dan penjelasan mengenai aturan yang berlaku di Indonesia.

Permasalahan ini pun berlanjut hingga pada Senin (25/11), Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Batam, Hendri Alun, serta Babinsa dan Polsek Sagulung bersama dengan stakeholder terkait lainnya masih mencari solusi dalam permasalahan tersebut. Tetapi hasilnya, kedua pelajar tersebut rencananya akan dikeluarkan dari sekolah.

“Kasus ini sudah lama, sudah dari kelas VII kita lakukan pembinaan, namun kedua anak yang bersangkutan tidak mau mengikuti aturan yang ada dan berpegang kepada kepercayaan yang mereka anut,” ucap Kepala Dinas Pendidikan Kota Batam, Hendri Arulan kepada kepripedia.

Di tempat yang sama Koramil 02/Batam Barat, R Sitinjak mengatakan, pihaknya dari unsur TNI melalui Babinsa di Sagulung, mengaku baru mengetahui kasus tersebut enam bulan belakangan.

“Setelah kita tahu kasus ini, kita juga sudah lakukan upaya, agar orang tua menyadari bahwa mereka tinggal di Negara Indonesia, di mana ada aturannya,” kata R Sitinjak.

Disebut Bersikeras Tidak Mau Hormat Bendera

Koramil 02/Batam Barat, R Sitinjak, mengaku segala upaya telah dilakukan, mediasi bersama dengan orang tuanya pun ditekankan. Tetapi mereka menolak juga untuk hormat. Mereka lebih mengikuti aturan sebagaimana kepercayaan yang mereka anut.

“Ini sudah sangat tidak masuk akal, hormat bendera tidak bisa, nyanyikan lagu Indonesia Raya tidak bisa, bahkan menghormat guru pun tidak bisa.” ucap R Sitinjak.

Komite Sekolah SMP Negeri 21 Batam, Dadang M.A, mengatakan, sekolah sebenarnya tidak ingin langsung mengeluarkan kedua siswa itu.

Sekolah, kata Dadang, sudah menangani kasus ini dengan persuasif. Salah satunya berupaya agar dua murid ini tidak dicoret dari sekolah. Hingga kinipun keduanya masih mengenyam pendidikan di sekolah tersebut.

“Kalau mereka dicoret berarti tidak bisa diterima di sekolah manapun lagi,” kata dia.

Dadang menjelaskan, sekolah sudah melakukan diskusi dengan wali murid tetapi orang tua mereka tetap bersikeras tidak mau mengikuti aturan.

“Orang tua mereka bilang kalau sampai saya hormat bendera, berarti melawan Allah dan menduakan tuhan saya,” kata Dadang.

Dadang menyebutkan, sekolah pada intinya tidak melarang soal keyakinan, hanya saja menjalankan aturan sekolah juga harus dilakukan.

Penjelasan Orang Tua Kedua Pelajar

Orang tua siswa kelas VIII SMPN 21 Sagulung yang dikeluarkan dari sekolah karena menolak hormat bendera dan menyanyikan Indonesia Raya pun angkat bicara.

“Kita sudah memikirkan tentang masa depan anak kan, pada rapat terakhir dengan guru dan juga Babinsa kita diberikan waktu satu Minggu untuk memikirkan nasib anak kami,” kata HS pada kepripedia di kediamannya, Rabu (27/11).

Ia juga menyebutkan bahwa satu minggu dirinya diberikan waktu untuk berpikir, akan tetapi pihaknya telah mengeluarkan surat ke sekolah untuk tetap anaknya sekolah di SMPN 21.

“Kami sudah berikan surat, dan juga kami belum ada terima surat keluaran sekolah tentang anak kami, maka dari itu anak kami terus sekolah,” sebutnya.

Terkait hormat bendera, HS menegaskan bahwa anaknya tetap hormat hanya saja posisi siap pada penghormatan bendera yang beda.

“Kalau hormat sangat bertentangan dengan batin kami. Jadi posisi saja yang beda siap,” ucapnya.

Tanggapan Komisi Perlindungan Anak

Menanggapi dikeluarkannya kedua pelajar tersebut dari sekolah, Ketua Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kepulauan Riau, Erry Syahrial mengatakan dalam persoalan ini sang anak tetap harus mendapatkan akses terhadap pendidikan.

Meskipun kondisinya di tengah kecederungan anak yang tidak bisa melakukan hormat pada Bendera Merah Putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya saat upacara bendera di sekolahnya.

“Kita melihat ini dari sisi kacamata perlindungan anak, bahwasanya setiap anak memiliki hak untuk dapat mengakses pendidikan,” kata Erry saat dihubungi kepripedia beberapa waktu lalu.

Ia menjelaskan, seorang anak juga mempunyai kewajiban untuk mencintai Tanah Air, hormat kepada guru dan menjalankan kepercayaan sesuai syariat agama yang ada di Indonesia yang diakui oleh pemerintah.

“Mengenai persoalan ini kita semua telah duduk bersama semua stakeholder terkait. Kesimpulannya adalah anak ini tetap diberikan hak pendidikannya akan tetapi lewat sistem paket,” jelasnya.

Kemudian Erry mengatakan akan tetap melakukan upaya-upaya persuasif untuk mengembalikan dan menumbuhkan rasa cinta anak pada Tanah Air, terutama seperti persoalan hormat bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.

“Karena memang NKRI itu harga mati, dan harus tunduk pada aturan-aturan yang berlaku di sekolah, berbangsa dan bernegara,” pungkasnya.

Editor: PARNA
Sumber: kumparan