JAKARTA – Bank Mandiri mempersiapkan recovery plan atau rencana penyelamatan bank jika terjadi guncangan atau krisis ekonomi. Hal tersebut disampaikan oleh Plt Direktur Utama Bank Mandiri Sulaiman Arif Arianto dalam rapat dengar pendapat di Komisi XI DPR RI, Jakarta, Selasa (26/11/2019).

Sulaiman bilang pihak menyiapkan simulasi recovery plan dengan kondisi terjadi krisis seperti krisis moneter 1998. Bank Mandiri menetapkan kurs dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah untuk simulasi tersebut senilai Rp 37.000.

“Kita punya recovery plan yang kita simulasi kalau seperti tahun 98. Kita simulasikan Bank Mandiri akan bermasalah kalau kurs dolar AS sampai Rp 37.000,” katanya.

Hal tersebut disampaikan sebagai jawaban terhadap pertanyaan anggota Komisi XI terkait mitigasi risiko yang dimiliki Bank Mandiri dalam menghadapi pelemahan pertumbuhan ekonomi global. Saat ini juga diketahui banyak bank besar di dunia yang terdampak akan pelemahan ekonomi global hingga harus melakukan efisiensi pengurangan karyawan.

Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin menjelaskan, pihaknya juga telah melakukan seleksi penyaluran kredit terhadap sejumlah sektor yang dirasa bisa menyulitkan keuangan perusahaan. Studi tersebut dilakukan setiap enam bulan sekali dengan Mandiri Sekuritas.

“Tiga tahun terakhir kita mulai memilih-milih sektor mana yang kita penetrasi, yang kurang menguntungkan sedikit demi sedikit kita exit,” katanya pada kesempatan yang sama.

Dengan studi setiap enam bulan sekali tersebut, Bank Mandiri berupaya agar pertumbuhan bisa tetap stabil atau tidak volatile.

“Jadi kita ingin pertumbuhan kredit mandiri tumbuh sesuai ekspektasi. Jadi performance bank mandiri itu by design bukan by accident,” jelasnya.

Adapun Bank Mandiri menargetkan pada 2020 pertumbuhan kredit bisa mencapai 10%-11%. Meskipun kondisi ekonomi masih dibayangi sejumlah perlambatan, namun angka ini lebih tinggi dari proyeksi pertumbuhan kredit Bank Mandiri pada tahun ini yang berada di kisaran 8%-9%.

Sedangkan rasio kredit bermasalah ditargetkan akan turun ke level 2,4%-2,5% dari prognosa pada 2019 di kisaran 2,5% – 2,6%. Bank berlogo pita kuning tersebut akan fokus pada perolehan dana murah untuk menjaga biaya dana atau cost of fund lebih terkendali dan mendorong segmen kredit ritel selain menyalurkan kredit ke core segment.

Editor: PARNA
Sumber: detikfinance