JAKARTA – Pemerintah China tidak bakal memberi celah sedikitpun setelah ratusan calon anggota dewan perwakilan Hong Kong dari kelompok pro demokrasi diperkirakan menang mutlak dalam pemilihan umum yang digelar pada akhir pekan lalu. Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, menegaskan apapun hasil pemilu, Hong Kong tetap wilayah kedaulatan mereka.

“Jelas apapun yang terjadi Hong Kong adalah bagian dari China dan merupakan wilayah pemerintahan khusus. Aksi apapun yang berusaha untuk mengacaukan Hong Kong atau merusak stabilitas dan perekonomiannya tidak akan berhasil,” kata Wang Yi di sela-sela pertemuannya dengan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, di Tokyo, Selasa (26/11).

Seperti dilansir AFP, hasil penghitungan sementara menunjukkan kandidat pro-demokrasi menguasai 283 kursi di dewan perwakilan. Sedangkan calon pro-pemerintah China mendapatkan 32 kursi.

Kursi yang diperebutkan di dewan perwakilan berjumlah 452. Menurut Ketua Badan Pemilihan Umum Hong Kong, Barnabus Fung, jumlah penduduk yang menggunakan hak pilih mencapai 2,94 juta.

“Penghitungan belum berakhir. Mari kita tunggu sampai selesai,” ujar Wang Yi.

Dewan perwakilan berhak untuk mengendalikan anggaran. Mereka juga menentukan kebijakan terkait transportasi dan hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar masyarakat setempat.

Senada dengan Wang Yi, Pemimpin Hong Kong Carrie Lam menyatakan tidak akan menawarkan apapun terhadap kelompok pro-demokrasi yang diperkirakan akan menguasai parlemen setempat usai pemilu.

Dia memilih akan mempercepat proses dialog dan berencana membentuk komite khusus untuk meninjau sejumlah permasalahan sosial yang dianggap turut memperkeruh gejolak di kawasan itu.

Seperti dilansir Associated Press, Lam mengatakan hasil pemilu menunjukkan kekecewaan masyarakat Hong Kong, tetapi juga memperlihatkan para penduduk menginginkan kekerasan dihentikan.

Gejolak sosial dan politik di Hong Kong telah berlangsung sejak Juni lalu dengan tuntutan awal berupa pencabutan RUU Ekstradisi yang bisa membawa pelaku tindakan kriminal ke China untuk diadili.

Para aktivis berargumen bahwa aturan yang kini telah dicabut itu bisa membatasi hak asasi manusia dan kebebasan yang telah diterima Hong Kong sejak pengembalian wilayah tersebut dari Inggris pada 1997 silam.

Di sisi lain, aksi demonstrasi tanpa tokoh yang dilakukan juga membuat aktivis setempat terbelah. Sebagian yang moderat memilih jalan dialog, sedangkan yang radikal memilih bentrok dengan polisi, warga yang tidak sepaham, dan kelompok preman yang dianggap mendukung China.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia