JAKARTA – Twitter dan Facebook telah meresmikan aturan kebijakan terkait iklan politik, di mana Twitter menjadi yang pertama dengan tegas untuk sama sekali tidak menerima iklan politik di platformnya.

Berbeda dengan Facebook mereka masih akan menerima iklan politik namun dikatakan oleh CEO Facebook Mark Zuckerberg pihaknya tidak akan mengecek benar atau tidaknya iklan tersebut baik dari kandidat atau kampanye politik.

Dilansir detiKINET dari CNBC, Google pun mengambil jalan tengahnya dari kedua platform tersebut. Melalui blognya Google mengumumkan mereka tetap akan menerima iklan politik dan tetap membiarkan pengiklan tetap dapat menargetkan berdasarkan usia, jenis kelamin, dan lokasi.

Namun, Google tidak akan mengizinkan iklan kampanye politik yang secara mikro atau khusus menargetkan penggunaannya berdasarkan kecenderungan politiknya. Aturan ini berlaku untuk semua platform milik Google seperti YouTube dan Google Search.

Kebijakan baru ini akan dimulai di Inggris pada akhir tahun ini, dan untuk seluruh dunia dijadwalkan pada Januari tahun depan. Google juga menekankan bahwa aturan kebijakannya selalu melarang iklan yang mengandung informasi palsu dan menyesatkan penggunanya.

“Kami menyadari bahwa dialog politik yang kuat adalah bagian penting dari demokrasi, dan tidak ada yang dapat menilai secara adil setiap klaim politik, tuntutan balik, dan sindiran,” tulis Google dalam blognya.

Induk Google, Alphabet mendapatkan 84% pendapatannya dari iklan, di mana sebagian besar dari ‘search ads’ angka ini juga meningkat dari platform video YouTube.

Lalu pendapatan dari iklan politik bisa tergolong kecil, sejak Mei 2018 Google telah menerima USD 121,9 juta untuk 167,901 total iklan politik di Amerika serikat.

Angka tersebut bisa dibilang kecil bagi perusahaan Google yang baru saja menghasilkan pendapatan iklan senilai USD 33,9 miliar pada kuartal terakhir tahun ini.

Editor: PARNA
Sumber: detikinet