JAKARTA – BPJS Kesehatan menunggak pembayaran utang jatuh tempo sebesar Rp21,16 triliun kepada rumah sakit (RS) mitra di seluruh Indonesia per 31 Oktober 2019. Angka itu naik 27 persen dari posisi September 2019, Rp17 triliun.

“Kisaran Rp21 triliun posisi per 31 Oktober,” kata Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf, Selasa (19/11).

Utang jatuh tempo adalah klaim RS kepada BPJS Kesehatan yang belum dibayarkan. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, BPJS Kesehatan wajib membayar tagihan RS maksimal 15 hari kerja sejak dokumen klaim diterima lengkap.

Di samping itu, BPJS Kesehatan juga memiliki outstanding claim (OSC) senilai Rp2,76 triliun. OSC merupakan klaim RS yang telah ditagihkan kepada BPJS Kesehatan dan sedang dalam proses verifikasi. Sementara itu, utang belum jatuh tempo sebesar Rp1,71 triliun.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Kuntjoro Adi Purjanto mengatakan tunggakan pembayaran klaim mempengaruhi arus kas RS. Utamanya, jika RS tersebut tidak memiliki cadangan modal selama 2,5 bulan. Ia menyatakan RS membutuhkan biaya operasional untuk membayar pegawai RS, pembelian obat-obatan, perawatan alat kesehatan, dan lainnya.

“Mudah-mudahan ke depan tidak ada lagi semacam itu (tunggakan klaim), karena cash flow (arus kas) RS akan mulai terganggu setelah 2,5 bulan modalnya habis,” paparnya.

Guna menjaga likuiditas, lanjutnya, beberapa RS memanfaatkan fasilitas Supply Chain Financing (SCF) yang ditawarkan oleh BPJS Kesehatan. SCF adalah program pembiayaan oleh bank untuk membantu percepatan penerimaan pembayaran klaim RS mitra BPJS Kesehatan, melalui pengambilalihan invoice sebelum jatuh tempo pembayaran.

Mengutip data BPJS Kesehatan, sejumlah bank yang telah memberikan manfaat pembiayaan tagihan pelayanan kesehatan melalui SCF antara lain Bank Mandiri, Bank BNI, Bank KEB Hana, Bank Permata, Bank Bukopin, Bank Woori Saudara, Bank BJB, dan CIMB Niaga. Selain bank, beberapa perusahaan pembiayaan (multifinance) juga ikut menyediakan layanan itu yakni TIFA Finance dan MNC Leasing.

“Jadi RS dipinjami uang dari bank. Nah, itu datanya di BPJS Kesehatan karena tembusannya ke BPJS Kesehatan,” ujarnya.

Selain memanfaatkan fasilitas SCF, Kuntjoro bilang beberapa RS mendapatkan bantuan dari pemiliknya maupun pemerintah daerah. Namun jumlahnya masih terbilang sedikit.

Ia menyatakan keterlambatan pembayaran klaim tidak berpengaruh kepada pelayanan RS kepada pasien BPJS Kesehatan. Ia juga mengimbau RS mitra BPJS Kesehatan tidak menggantungkan pendapatannya dari BPJS Kesehatan. Menurut dia, RS harus memiliki inovasi-inovasi layanan sebagai alternatif pendapatan baru.

“Misalnya, kalau pengertian yang saya tangkap dari Pak Menteri (Menteri Kesehatan Terawan) contohnya kerokan, itu kalau dikonsumsi oleh orang asing dia akan datang ke sini. Lalu, jamu dan sebagainya yang tentu tidak melanggar aturan perundangan dan norma,” ucapnya.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia