JAKARTA – Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) akan membuka audiensi publik terkait dugaan genosida terhadap etnis minoritas Rohingya di Myanmar mulai 10-12 Desember mendatang.

Audiensi itu dibuka setelah Gambia mengajukan gugatan terhadap Myanmar kepada ICJ.

Negara mayoritas Muslim di Afrika Barat itu akan meminta ICJ membuat perintah darurat demi melindungi etnis Rohingya sambil menunggu keputusan apakah mahkamah tersebut akan melanjutkan kasus itu secara lebih luas.

“ICJ akan mengadakan audiensi publik dalam kasus ini mulai 10 hingga 12 Desember. Sidang akan ditujukan untuk permintaan indikasi tindakan sementara yang diajukan oleh Republik Gambia,” bunyi pernyataan ICJ seperti dikutip AFP pada Selasa (19/11).

Gambia memaparkan bahwa pihaknya mengajukan kasus tersebut atas nama 57 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), di mana Indonesia menjadi salah satu anggotanya.

“Kami ingin ICJ memutuskan langkah darurat untuk melindungi Rohingya dari bahaya lebih lanjut,” tutur seorang pengacara yang mewakili Gambia.

Gambia mengadukan Myanmar ke ICJ atas tuduhan melanggar Konvensi Genosida PBB 1948 melalui operasi militer brutal yang menargetkan minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine.

Gelombang pengungsi Rohingya ke Bangladesh terjadi ketika krisis kemanusiaan di Rakhine, Myanmar, kembali memburuk sekitar pertengahan 2017 lalu.

Krisis kemanusiaan itu dipicu oleh operasi militer Myanmar yang ingin meringkus kelompok teroris pelaku penyerangan sejumlah pos keamanan di Rakhine.

Alih-alih menangkap teroris, militer Myanmar disebut malah mengusir, membunuh, hingga memperkosa warga Rohingya di Rakhine. Sejak itu, gelombang pengungsi Rohingya ke perbatasan Bangladesh terus meningkat.

Hingga kini diperkirakan masih ada 1 juta etnis Rohingya yang tinggal di kamp-kamp pengungsian di perbatasan Bangladesh seperti Cox’s Bazar.

Selama ini, militer Myanmar membantah telah melakukan semua tuduhan pelanggaran HAM tersebut.

Kasus yang diajukan Gambia ini akan menjadi upaya hukum internasional pertama yang menggiring Myanmar ke Pengadilan atas tuduhan kejahatan terhadap Rohingya.

Gugatan Gambia juga disebut merupakan contoh langka dari sebuah negara yang menuntut negara lain atas suatu masalah kemanusiaan. Padahal, Gambia tidak langsung terlibat dalam kasus tersebut.

Sementara itu, terpisah, Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court/ICC) yang bermarkas di Den Haag juga telah memberikan wewenang kepada kepala jaksa penuntut untuk meluncurkan penyelidikan penuh atas dugaan pelanggaran HAM terhadap Rohingya.

ICJ didirikan pada 1946 setelah Perang Dunia II usai demi mengadili perselisihan antara negara-negara anggota PBB.

Sementara itu, ICC didirikan pada 2002 untuk menyelidiki kejahatan perang yang dilakukan subjek hukum internasional.

Myanmar bukan anggota ICC, tetapi pengadilan itu memaparkan mereka dapat meminta pertanggungjawaban Naypyidaw atas dugaan kejahatan tersebut.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia