LABUAN BAJO – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mengungkapkan hasil penindakan terhadap pelanggaran bea dan cukai hingga Oktober 2019. Hasil penindakan menunjukkan bahwa produk hasil tembakau dan barang porno paling banyak melanggar aturan bea dan cukai.

Untuk produk hasil tembakau, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan total pelanggaran mencapai 5.598 kasus. Sedangkan, barang pornografi mencapai 1.998 kasus.

Ia menuturkan pelanggaran produk hasil tembakau meliputi, rokok dan cairan vape. DJBC menemukan rokok dan cairan vape ilegal di seluruh Indonesia baik pabrik hingga wilayah distribusinya.

Produksi rokok konvensional ilegal ditemukan di Jawa Tengah, yakni Pati, Kudus, dan Jepara, serta Provinsi Jawa Timur, meliputi, Sidoarjo, Madura, Malang, dan Pasuruan.

“Kemudian pemasaran terbesar yang kami gempur adalah Sulawesi Selatan, Jambi, dan Banjarmasin,” ucapnya, Rabu (13/11).

Untuk rokok non konvensional ilegal, ia menyebut pemasarannya banyak dilakukan melalui penjualan daring (e-commerce). Pihaknya telah mengamankan dua tersangka rokok non konvensional ilegal yang omsetnya mencapai Rp18 miliar per bulan.

“Omzetnya sudah termasuk golongan bisnis, bukan lagi konsumsi pribadi,” paparnya.

Menyusul produk hasil tembakau, barang pornografi tercatat terbesar kedua melanggar bea dan cukai. Mayoritas barang pornografi ilegal tersebut diperjualbelikan lewat e-commerce.

Barang itu, lantas dikirim melalui jalur pos. “Tangkapan terbanyak kami lakukan di kantor pos, jadi mereka mendatangkan barang-barang yang dilarang ini melalui e-commerce dan dikirim via kantor pos,” jelasnya.

Pada posisi ketiga, terdapat produk Minuman Mengandung Ethyl Alkohol (MMEA) yang mencapai 1.588 kasus. Selanjutnya, kosmetik, obat-obatan, dan bahan kimia mencapai 660 kasus. Untuk produk kosmetik, ia menuturkan mayoritas barang ilegal berasal dari Korea Selatan.

“Kami melakukan kontrol yang ketat karena barang kiriman itu hanya boleh maksimal 10 pieces. Saat ini kami sedang kaji ulang apakah 10 ini terlalu banyak atau tidak,” ungkapnya.

Berikutnya, 10 besar produk yang melanggar aturan bea dan cukai secara berurutan meliputi barang teknologi canggih yakni handphone dan gadget sebanyak 602 kasus, komoditas elektronik 524 kasus, dan Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) 507 kasus.

Lebih lanjut, bibit dan benih tanaman mencapai 492 kasus, kendaraan dan onderdil 437 kasus, dan alat kesehatan 367 kasus.

Secara kumulatif, penindakan kasus impor mencapai 10.842 kasus dengan perkiraan nilai barang hasil penindakan (BHP) mencapai Rp3,68 triliun hingga Oktober 2019. Sementara itu, penindakan kasus ekspor sebanyak 230 kasus dengan prediksi nilai BHP Rp119 miliar.

 

Editor: PARNA

Sumber: CNN Indonesia