KPK angkat bicara mengenai pernyataan Menko Polhukam, Mahfud MD, soal kasus besar yang tak diungkap komisi antirasuah tersebut.

Sebelumnya Mahfud mengatakan Jokowi pernah melaporkan kasus besar ke KPK, tapi tak diusut. Padahal Jokowi menaruh harapan pada KPK untuk bisa mengungkapnya. Namun Mahfud tak menyebut spesifik kasus apa yang dimaksud.

Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif, mengaku belum mengetahui kasus apa yang dimaksud. Namun ia menyebut setidaknya ada dua perkara besar yang menjadi perhatian Presiden Jokowi.

Syarif mengatakan dua kasus itu ialah dugaan korupsi pembelian helikopter Augusta Westeland 101 (AW 101) dan dugaan suap mafia migas Pertamina Energy Trading Limited (Petral).

“Sejauh ini memang ada dua kasus yang menjadi concern Presiden dan sejumlah pihak sudah kami tangani. Meskipun butuh waktu karena kompleksitas perkara dan perolehan buktinya,” ujar Syarif saat dihubungi, Selasa (12/11).

Syarif mengatakan KPK bukan tak menyentuh kasus itu, tetapi pihaknya membutuhkan waktu karena terdapat sejumlah kesulitan.

Heli AW-101

Terkait kasus dugaan korupsi mark up pembelian Heli AW-101, Syarif menyatakan KPK telah menetapkan broker Heli AW 101 yakni Direktur Utama PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh, sebagai tersangka.

Sementara itu POM TNI telah menetapkan lima orang tersangka. Mereka ialah eks Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsma FA selaku Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017; Letkol TNI AU (Adm) berinisial WW selaku Pejabat Pemegang Kas; Pembantu Letda berinsial SS selaku staf Pekas; Kolonel FTS selaku Kepala Unit Layanan Pengadaan; dan Marsekal Muda TNI SB selaku Asisten Perencana Kepala Staf Angkatan Udara.

Syarif mengakui penyidikan terhadap Irfan Kurnia Saleh yang ditetapkan tersangka pada Juni 2017 belum tuntas. Hal itu karena KPK masih menunggu hasil audit terhadap kerugian negara dalam pengadaan tersebut. Meski Jokowi melalui Panglima TNI saat itu, Gatot Nurmantyo, menyebut kerugian negara sekitar Rp 200 miliar.

“KPK sedang menunggu hasil audit kerugian keuangan negara yang sedang dihitung BPK,” ucap Syarif.

Selain itu, Syarif juga menyebut penuntasan kasus ini juga bergantung pada keterbukaan dan kesungguhan TNI.

Petral

Sementara itu di perkara kasus dugaan suap mafia migas Petral, Syarif mengatakan KPK telah menetapkan mantan Dirut Petral, Bambang Irianto, sebagai tersangka.

Syarif menuturkan pengungkapan kasus ini membutuhkan waktu karena banyaknya transaksi lintas negara. Sehingga diperlukan kerja sama internasional untuk menelusuri bukti dalam perkara ini.

“Perlu disampaikan bahwa kasus ini melibatkan beberapa negara (Indonesia-Thailand-United Arab Emirates-Singapore-British Virgin Island) dan sayangnya hanya dua negara yang mau membantu, sedang dua negara lain tidak kooperatif,” ungkap Syarif.

“Kesulitan lain karena kasus ini melibatkan sejumlah perusahaan cangkang dibeberapa negara ‘save heaven’ seperti BVI (British Virgin Island),” sambungnya.

 

https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1573015868/z2od14sweigo5zvsqpwo.jpg

Sehingga menurut Syarif, KPK bukan tak mau mengungkap kasus-kasus yang menjadi perhatian Presiden Jokowi itu. Ia menyatakan KPK berkomitmen menuntaskan kasus tersebut, tetapi memerlukan waktu.

“Kemampuan memperoleh alat bukti sangat dipengaruhi oleh kewenangan yang diberikan UU serta sikap koperatif pihak-pihak yang dipanggil KPK,” tutup Syarif.

 

Editor: PARNA

Sumber: kumparan