Jakarta – Peringkat kemudahan berusaha atau (ease of doing business/EODB) Indonesia stagnan atau mentok di peringkat 73. Berdasarkan laporan Bank Dunia (World Bank) peringkat kemudahan berusaha tanah air sama seperti tahun 2019.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan Roeslani mengatakan proses kemudahan berusaha masih banyak terganjal di daerah. Sehingga proses pengurusan investasi di daerah masih ribet.

“Iya betul, itu karena kalau kita mengundang investor kan kita kasih tahu persyaratannya begini. Nah, tapi kadang-kadang ada kebijakan di daerah yang justru kurang kondusif,” kata Rosan saat dihubungi detikcom, Jakarta, Sabtu (3/11/2019).

Rosan menyebut, proses perizinan antara pusat dan daerah juga belum harmonis. Pengusaha merasa proses berusaha di pusat sudah lebih cepat namun begitu masuk ke ranah daerah prosesnya semakin panjang dan lama.

Sebagai pengusaha, Rosan juga sering mendapat keluhan dari para pelaku usaha baik yang sudah menanamkan uangnya di tanah air maupun yang baru memulai.

“Jadi kebijakannya untuk investasi permit atau izin pusat hanya 5 begitu sampai daerahnya bisa menjadi 20,” jelas dia.

“Jadi itu juga yang harus diperbaiki, jadi mesti ada harmonisasi kebijakan antara Pemerintah pusat dan daerah, itu yang paling banyak dikeluhkan oleh investor yang sudah menanamkan duit di sini maupun yang baru akan mulai,” tambah dia.

Dia pun berharap ke depannya Pemerintah Daerah bisa menyerahkan otoritas yang mengurusi investasi masuk ke dalam sistem online single submission (OSS) yang sudah dioperasikan Pemerintah pusat dalam memperlancar proses berusaha atau investasi di Indonesia.

“Iya betul, ya terutama yang di daerah, tapi paling penting adalah kepastian hukum atau enforcing the contract, itu yang disoroti oleh EoDB, kita masih sangat kurang, dan juga starting the business itu juga yang perlu kita perbaiki. Jadi masih ada beberapa hal lagi, kita perbaiki dan permudah bisa kok, sangat-sangat bisa,” ungkap dia.

 

Editor: PAR
Sumber: detikfinance