Menjadi orang tua dengan anak usia balita, perlu banyak tenaga! Maklum saja, di usia ini si kecil semakin aktif bergerak ke sana sini. Seolah tidak bisa diam dan tidak ada lelahnya.

Risiko tersandung, terperosok dan jatuh membentur benda keras pun tak terhindarkan. Karenanya, orang tua perlu selalu memerhatikan dan waspada.

Apalagi, risiko patah tulang pada anak balita lebih tinggi dibanding anak yang sudah lebih besar atau remaja. Kenapa bisa begitu?

“Salah satu penyebabnya adalah tulang balita atau anak-anak di bawah 10 tahun masih relatif ‘lembek’,” kata dr. Patar Oppusunggu, Sp.OT, dokter ortopedi yang menfokuskan diri menangani anak dan praktik di RS Premier Bintaro, Tangerang.

Namun, umumnya proses pemulihan pada anak lebih cepat dibanding pada orang dewasa, itu karena tulangnya yang masih terus berkembang kira-kira sampai usianya 14-16 tahun.

“Biasanya bagian yang patah itu akan bengkak, dan anak tidak mau menggerakkan daerah tersebut. Nyeri juga jadi indikator. Segera bawa ke dokter, untuk diperiksa dan dirontgen,”

“Memastikan bahwa anak mendapat nutrisi dan suplemen (Ca) yang cukup, serta berjemur secara rutin di bawah sinar matahari pagi untuk pembentukan Vitamin D,” sambung dr Patar untuk meminimalisir terjadinya patah tulang pada anak balita yang bisa orang tua lakukan sehari-hari.

Selain karena hal itu, adapula kelainan genetik yang cukup langka, sehingga penderitanya sangat mudah patah tulang. Kondisi ini disebut osteogenesis imperfecta (OI), gejala yang dapat dilihat antara lain: tulang anak mudah patah akibat cedera ringan, riwayat patah tulang secara berulang, dan sering ditemui lebam.

Kondisi ini sebenarnya juga dapat terdeteksi lewat pemeriksaan USG saat Anda masih hamil, Moms. Dan mengasuh anak balita dengan OI juga diperlukan perhatian dan perawatan khusus. Umumnya dokter juga akan memberi obat untuk membantu tingkatkan kepadatan tulang si kecil.

 

Editor: PAR
Sumber: kumparan