Komisaris Utama PT Balisific Pragama, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, didakwa melakukan korupsi dalam pengadaan alat kedokteran rumah sakit rujukan pada Dinas Kesehatan Provinsi Banten Tahun Anggaran (TA) 2012.

Menurut jaksa penuntut umum KPK, Wawan dan pihak lainnya telah menikmati uang dari kasus korupsi tersebut.

Salah satu yang disebut ikut menikmati uang dugaan korupsi ialah mantan Gubernur Banten yang kini menjadi anggota DPR, Rano Karno. Rano disebut mendapatkan uang Rp 700 juta dari kasus ini.

“Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu telah memperkaya Rano Karno sebesar Rp 700.000.000,” kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK saat membacakan surat dakwaan Wawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (31/10).

Menurut jaksa, uang yang diperoleh oleh Rano Karno itu berasal dari Direktur PT Java Medika, Yuni Astuti. Yuni merupakan salah satu rekanan yang mengerjakan proyek pengadaan alat kedokteran di Provinsi Banten.

Yuni disebut kongkalingkong dalam proses pengerjaan proyek tersebut. Sehingga Yuni disebut menerima keuntungan mencapai Rp 61,2 miliar. Keutungan itu kemudian digunakan untuk pembelian alat kesehatan Rp 30,4 miliar dan biaya pinjaman Rp 222,8 juta.

Sementara sisanya diberikan diberikan kepada sejumlah pihak atas perintah Wawan, salah satunya Rano Karno. Penyerahan uang itu ke Rano Karno terjadi dalam rentang Juni 2012 hingga Agustus 2013.

“Sesuai arahan terdakwa, bagian Yuni Astuti tersebut juga dipergunakan untuk diberikan kepada beberapa pihak, antara lain Djadja Buddy, Ajat Drajat, Ahmad Putra, Rano Karno,” kata jaksa.

Selain menguntungkan Rano Karno, kasus dugaan korupsi proyek alat kedokteran di Banten itu juga menguntungkan Wawan sebesar Rp 50 miliar dan pihak lain yakni:

Ratu Atut: Rp 3,8 miliar.

Pemilik PT Java Medica, Yuni Astuti: Rp 23,3 miliar.

Eks Kepala Dinas Kesehatan Banten, Djaja Buddy Suhardja: Rp 240 juta.

Eks Sekretaris Dinas Kesehatan Banten, Ajat Drajat Ahmad Putra: Rp 295 juta.

Eks Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Pengadaan Alkes Banten, Jana Sunawati: Rp 134 juta.

Eks Panitia Pengadaan Alkes Banten, Yogi Adi Prabowo: Rp 76,5 juta.

PNS Dinas Kesehatan Banten, Tatan Supardi: Rp 63 juta.

PNS Dinas Kesehatan Banten, Abdul Rohman: Rp 60 juta.

Eks Panitia Pengadaan Alkes Banten, Ferga Andriyana: Rp 50 juta.

PNS Dinas Kesehatan Banten, Eki Jaki Nuriman: Rp 20 juta.
Eks Kepala Bagian Perencanaan Dinas Kesehatan Banten, Suherman: Rp 15,5 juta.
Eks Panitia Pengadaan Alkes Banten, Aris Budiman: Rp 1,5 juta.
PNS Dinas Kesehatan Banten, Sobran: Rp 1 juta.
Fasilitas liburan ke Beijing berikut uang saku untuk pejabat Dinkes Banten, tim survei, panitia pengadaan dan panitia pemeriksa hasil pekerjaan: Rp 1,65 miliar.

Saat kasus ini terjadi, Rano Karno masih menjabat Wakil Gubernur Banten. Sementara Gubernur Banten saat itu ialah kakak kandung Wawan, Ratu Atut Chosiyah. Rano menjadi Gubernur Banten usai Atut terjerat kasus di KPK.

Terungkapnya aliran dana ke Rano Karno itu sebelumnya muncul di persidangan Ratu Atut. Saat itu mantan Kadis Kesehatan Banten, Djaja Buddy Suhardja, menyebut Rano Karno mendapat Rp 700 juta.

Kesaksian Djaja soal aliran dana kepada Rano Karno itu pun masuk dalam vonis Atut. Namun Rano Karno telah membantahnya.

Berikut 6 poin bantahan yang disampaikan Rano dalam keterangan tertulis pada tahun 2017 lalu:

1. Saya mendukung sepenuhnya upaya penegakan hukum yang dilakukan KPK dalam membongkar tindak pidana korupsi alat kesehatan yang terjadi pada tahun anggaran 2011-2012. Saya percaya KPK sudah dan akan terus bekerja secara profesional dan teliti dalam meminta pertanggungjawaban hukum dari semua pihak yang terkait dengan kasus tersebut. Saya yakin KPK tidak akan mencampuradukkan fakta hukum dengan fitnah yang diembuskan oleh sementara pihak yang dapat membuat pihak yang tak bersalah harus bertanggung jawab untuk sesuatu yang tak dilakukan—atau sebaliknya, membebaskan pihak yang seharusnya bertanggung jawab atas perkara ini.

2. Saya membantah keras semua tuduhan yang disampaikan Saudara Djadja, mantan Kepala Dinas Kesehatan Pemprov Banten, yang sudah diketahui umum telah menandatangani surat pernyataan loyalitas pada Gubernur Banten ketika itu, Ratu Atut Chosiyah, di hadapan Saudara Tubagus Chaeri Wardana. Saya mengimbau Saudara Djadja kiranya bisa membebaskan dirinya dari sandera ataupun tekanan berbagai pihak dalam memberikan kesaksian di muka pengadilan. Saya pun mengingatkan kepada semua pihak, setiap kesaksian palsu yang disampaikan di hadapan persidangan dapat membawa akibat dan dampak hukum bagi yang bersangkutan.

3. Saudara Djadja telah mengirimkan tuduhan kepada saya telah menerima aliran dana sebesar Rp 700 juta. Jumlah ini berbeda jauh dari tuduhan sebelumnya yang menyebut saya menerima aliran dana dari kasus ini sebesar Rp 300 juta. Saya mempertanyakan inkonsistensi tuduhan yang disampaikan Saudara Djadja atas diri saya.

4. Selama saya duduk sebagai Wakil Gubernur Banten ketika itu, Saudara Djadja adalah salah satu kepala dinas yang tidak bisa dengan mudah saya temui. Seingat saya tidak lebih dari dua kali Saudara Djadja pernah bertemu langsung dengan saya. Pertemuan itu pun berlangsung dan melibatkan banyak orang. Saya meminta Saudara Djadja mempertanggungjawabkan tuduhannya seraya menjelaskan kapan saya menyampaikan permintaan uang itu kepada Saudara Djadja sebagaimana yang dituduhkannya kepada saya.

5. Dalam persidangan hari ini Saudara Djadja sendiri juga telah menyampaikan pengakuan tak pernah menyerahkan kepada saya uang/aliran dana yang dituduhkannya kepada saya. Fakta ini dengan sendirinya membantah tuduhan yang dibuat Saudara Djadja atas saya. Kembali saya meminta Saudara Djadja untuk mempertanggungjawabkan tuduhannya dan membuka siapa pihak yang dimaksud telah menerima aliran dana tersebut.

6. Tindak pidana korupsi alat kesehatan ini terjadi untuk tahun anggaran 2011-2012. Saya dilantik sebagai Wakil Gubernur Banten ketika itu pada 11 Januari 2012. Saya tidak terlibat dan tidak pernah dilibatkan sama sekali dalam proses perencanaan, penganggaran, hingga penggunaan mata anggaran alat kesehatan tersebut yang berujung pada tindak pidana korupsi.

 

Editor: PAR
Sumber: kumparan