Jakarta – Imam Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk serius menangani masalah keagamaan di Indonesia pada masa kepemimpinan periode kedua nanti. Sebab ia khawatir jika tak kunjung dicarikan solusi maka permasalahan ini justru akan sukar diurai.

Salah satu yang bisa dilakukan adalah memilih menteri agama yang tepat. Meski tak merinci kriteria detail namun Nasaruddin berharap Menteri Agama ditempati kalangan profesional.

“Siapapun terserah Presiden. Tapi saya cuma merekomendasikan hendaknya masalah keagamaan ini diselesaikan pemerintah dengan baik. Saya khawatir kalau masalah keagamaan ini tidak diselesaikan dengan baik, akan terlambat kita melakukan sesuatu,” kata Nasaruddin saat ditemui usai diskusi di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (17/10).

“Dan kalau segalanya telanjur tentu lebih sulit kita menyelesaikan. Jadi perlu orang yang profesional,” kata dia lagi.

Ia yakin Jokowi mengetahui sosok yang paling tepat mengisi posisi tersebut. “Saya tidak tahu, presiden yang lebih tahu.”

Di tengah kuliah kebangsaan yang digelar Para Syndicate, Nasaruddin sempat mengutarakan keresahannya mengenai kondisi Indonesia. Menurut dia, kini agama bisa dengan mudah dijadikan sebagai alat pemantik perpecahan.

“Akhir-akhir ini kita agak sedikit resah. Saya mungkin karena tahu banyak [maka saya resah]. Ada kawan saya itu: saya kok resah hidup di Indonesia. Apalagi kalau kita gagal mengurus agama dengan baik,” ungkap dia.

Ia kemudian menceritakan soal mudahnya gesekan terjadi dengan mengatasnamakan agama. Padahal kondisi tersebut dulu tak ia temukan. Sekalipun perbedaan agama dan kepercayaan sejak dulu pun sudah ada.

“Misalnya, dulu Syiah masuk ke Indonesia harus melalui peng-Indonesia-an. Sekarang, Iran-isasi Syiah yang terjadi di Indonesia. Akibatnya antar-Syiah sendiri juga pecah,” kata dia.

“Dulu Ahmadiyah tidak ada masalah, sekarang bermasalah. Bukan karena maraknya kelompok intoleran, tapi karena tidak ada filter ke-Indonesia-an,” sambung dia lagi.

Karena itu menurut Nasaruddin, penting bagi pemerintah untuk segera merumuskan peta jalan penyelesaian masalah keagamaan. Masyarakat perlu sistem proteksi agar tak mudah terhasut akan perbedaan agama atau kepercayaan.

Nasaruddin mencontohkan, salah satunya dengan meninjau ulang kurikulum pengajaran agama.

“Perlu membedah bukan hanya satu agama, tapi semua agama dan kepercayaan di Indonesia harus melakukan peninjauan kembali pada hal-hal yang mungkin bisa dimanfaatkan keliru oleh umat agamanya,” kata cendekiawan muslim tersebut.

Bahkan bila perlu, penjelasan panduan itu dibikin secara tertulis. Contoh konkret lain, guru agama tak melulu mencekcokan pandangan bahwa hanya ajaran satu agamalah yang paling benar.

“Saya inginkan ada semacam koordinasi antara sesama pengajar agama, dalam mengajar agama kita masing-masing itu jangan menyerempet menjelek-jelekkan agama lain. Semua agama itu diyakini benar oleh penganutnya kan. Jangan kita mentah-mentah mengadili bahwa agama orang lain itu sesat,” pesan Nasaruddin.

“Urusan sesat dan tidak itu kan urusan dia [menunjuk ke atas]. Mari kita bersaudara sekalipun berbeda agamanya,” ajak dia lagi.

 

 

 

Editor: PAR
Sumber: CNN Indonesia