Jakarta – Palapa Ring disebut pemerintah bisa membuat tarif internet di seluruh Indonesia menjadi satu harga. Pembangunan infrastruktur jaringan tulang punggung kabel optik dianggap akan membuat akses internet merata di seluruh Indonesia.

Selayaknya BBM, tarif internet juga bisa satu harga di seluruh Indonesia dengan adanya Palapa Ring. Palapa Ring membuat operator tak perlu membangun infrastruktur jaringan dari nol.

Wakil Direktur Hutchison Tri Indonesia, Danny Buldansyah menilai mimpi tarif internet sulit diterapkan di Indonesia. Ia mengatakan satu tarif internet ini bisa dilakukan apabila pemerintah melakukan subsidi dan menelurkan aturan satu harga tarif internet.

“Terbantu pasti, tapi kalau satu harga sepertinya tidak. Di era kompetisi ini tergantung supply dan demand. Di kota-kota besar antara Jakarta, Surabaya, dan Medan saja beda,” kata Danny ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (16/10).

Danny mengatakan biaya penyediaan akses internet di daerah terluar, tertinggal, terdepan (3T) misalnya Rp80 ribu untuk kuota 1 Gbps. Di satu sisi pemerintah menuntut agar operator memberikan tarif Rp20 ribu untuk kuota 1Gbps.

“Misalnya di daerah perbatasan itu harus dijual harus sama dengan di Jakarta Rp20 ribu. Lalu yang Rp60 ribu itu siapa yang bayar,” kata Danny.

Perhitungan capital expenditure (capex) dan operational expenses (opex) terhadap jumlah pengguna juga menjadi pertimbangan tarif operator. Beberapa wilayah dianggap tidak layak (feasible) dari orientasi bisnis operator.

“Perhitungannya banyak, misalnya harus taruh orang harus maintenance, pasti orang lebih banyak. Kalau di Jakarta, daerah padat, lima orang untuk seribu BTS misalnya. di sana (3T), dua BTS harus ada satu orang. Tidak ada efisiensi,” ujar Danny.

Terpisah, VP Regulatory Management Telkomsel Andi Agus Akbar mengatakan satu tarif tak mungkin dilakukan. Akan tetapi, Andi mengakui biaya investasi operator memang berkurang.

“Tidak mungkin. Jadi begini saya sudah jelaskan tadi yang di hemat itu pembelian transmisi aja tadi, yang lain tetap aja,” kata Andi kepada awak media di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Selasa (15/10).

Perhitungan tak hanya berdasarkan pengurangan biaya karena adanya Palapa Ring, pasalnya masih ada perhitungan biaya pengeluaran modal (capital expenditure/ CAPEX) dan pengeluaran operasional (operational expenses/ OPEX).

“Jadi biaya itu adalah CAPEX dan OPEX dibagi sama berapa pengguna,” katanya.

Andi mengatakan potensi jumlah pelanggan di daerah 3T lebih rendah dibandingkan kota-kota besar seperti di Jakarta, Bandung dan Surabaya.

“Infrastruktur mahal jadi tidak mungkin sama seperti Jawa, tidak mungkin pasti tidak logika. Mau di subsidi berapa,” katanya.

Andi juga mengungkap tingkat kesulitan dan biaya untuk membangun BTS di Papua dan di Jawa berbeda. Pembangunan BTS di Papua menurutnya akan lebih mahal dibanding di Pulau Jawa. Namun, ia enggan mengungkap angka pasti.

“Di sana [Jayawijaya], bawa BTS pakai helikopter kalau di Jawa cuma pakai truk sudah sampai di lokasi. Helikopter juga harus sewa per jam, belum lagi tenaga kerjanya, kalau di Jawa pakai PLN sedangkan di sana pakai solar,” sambung Andi.

 

 

 

 

Editor: PAR
Sumber: CNN Indonesia