KPK mengaku pencabutan berita acara pemeriksaan (BAP) Miryam S. Haryani memengaruhi penanganan kasus korupsi e-KTP. Bahkan salah satu imbasnya, sejumlah pihak yang sempat disebut menerima aliran dana kasus itu tak bisa dibuktikan.
Hal itu diungkapkan oleh Ariawan Agustiartono yang dihadirkan sebagai saksi sidang perkara menghalangi penyidikan kasus e-KTP dengan terdakwa Markus Nari.
Ariawan merupakan jaksa penuntut umum KPK yang menangani sidang kasus e-KTP. Menurut Ariawan, Miryam mencabut BAP tersebut dalam persidangan tanggal 23 Maret 2017.
Saat itu, KPK sedang menyidangkan dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto. Dalam dakwaan kedua orang itu, sejumlah nama disebut menerima aliran korupsi e-KTP, termasuk sejumlah anggota DPR.
Menurut Ariawan, Miryam mengetahui soal aliran uang itu. Bahkan sempat menjelaskannya kepada penyidik, sebelum akhirnya mencabutnya.
“Seingat saya uang yang masuk ke komisi itu lewatnya Bu Miryam. Sehingga ketika Bu Miryam mencabut (BAP), semuanya menghilang,” ujar Ariawan dalam keterangannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (9/10).
“Kita dapat bukti umumnya dari keterangan Nazaruddin (mantan Bendahara Umum Partai Demokrat), proyek ini ada sekian fee-nya untuk parlemen. Diperkuat detailnya di Bu Miryam. Jadinya keterangan susah solid. Ketika Bu Miryam mencabut keterangannya, jadi keterangannya berdiri sendiri,” sambung dia.
 
Ariawan tak menampik pencabutan BAP itu mempengaruhi pembuktian jaksa di persidangan. Sejumlah nama yang sebelumnya disebut menjadi sulit dibuktikan keterlibatannya. Tak semua nama-nama yang disebut dalam dakwaan turut termuat dalam vonis hakim.
“Ada komponen yang hilang dari putusan Irman dan Sugiharto?” tanya hakim.
“Seingat saya, iya. Ada uang yang ada dalam putusan, ada yang tidak. Jadi kalau disinkronkan dengan dakwaan, ada yang kelewat,” ujar dia.
“Akhirnya person-person yang disebutkan Bu Miryam menjadi gelap kembali karena mencabut keterangan BAP di penyidikan. Akhirnya beberapa orang yang dalam dakwaan muncul, menerima, akhirnya jadi tidak bisa dibuktikan,” ujar Ariawan.
Selain Ariawan, penyidik senior KPK Novel Baswedan turut dihadirkan sebagai saksi untuk Markus Nari. Ia pun mengaku pernah memeriksa Miryam saat tahap penyidikan.
 
Menurut Novel, awalnya yang memeriksa Miryam bukan dirinya, melainkan penyidik lain. Namun, Miryam disebut ingin bertemu dengan Novel yang kemudian bergabung dalam pemeriksaan.
Novel menyebut bahwa ketika itu, mantan anggota DPR dari Hanura itu sangat kooperatif.
“Di situ Ibu Miryam cerita banyak dan cukup detail. Dan saya cukup melihat ternyata Ibu Miryam cukup kooperatif. Itu yang disampaikan,” ujar Novel.
Bahkan menurut Novel, Miryam mengaku menerima uang dari kasus tersebut. Namun, belum mau mengembalikannya.
“Oleh karena itu pemeriksaan saya lakukan, saya fokus pada hal tersebut. Pada pemeriksaan itu, Ibu Miryam menyampaikan kepada saya, seingat saya juga saya masukkan dalam BAP, bahwa Ibu Miryam belum mau mengembalikan karena orang lain yang juga menerima juga belum pada mengembalikan,” ujar Novel.
Novel juga mengungkap bahwa Miryam pernah mengaku mendapat tekanan dari anggota dewan. Namun, Novel mengaku lupa detail nama-nama yang diduga menekan Miryam.
“Pernah saya sampaikan di pemeriksaan sebelumnya. Seingat saya ada 5-6 orang, saya lupa. Beberapa pernah saya sampaikan dalam keterangan saya di persidangan,” ujar dia.
Namun, Miryam yang turut dihadirkan sebagai saksi pada persidangan menampik pernyataan Novel. Ia berkilah bahwa pihak yang menekannya justru Novel. Salah satunya, menurut Miryam, ialah dengan membawa dua orang jaksa ke rumahnya sebelum persidangan.
“Bapak (Novel) dateng ke rumah saya pagi-pagi, saya masih jadi saksi, membawa dua jaksa. Dua jaksa, pagi-pagi. Dia (Novel) mengatakan kepada saya, ‘Bu Yani, saya datang mau silaturahmi’, (dijawab) oke. ‘Ini kan mau jadi saksi ke pengadilan besok?’, Iya, betul,” ujar Miryam.
“Beliau bilang kepada saya, ‘tolong dong, Bu Yani sebutkan saja nama-namanya Komisi III DPR RI’. Loh kan tidak ada bahasa penekanan dari Komisi III, Ini sudah klarifikasi pada sidang kemarin. saya sudah bantah. Tidak ada anggota Komisi III yang menekan saya,” ujar Miryam.
Pada kasus ini, salah satu dakwaan Markus Nari ialah menghalangi penyidikan KPK terkait e-KTP. Dalam dakwaan, ada dua upaya Markus Nari dalam hal tersebut, salah satunya mempengaruhi Miryam untuk mencabut BAP.
Terkait Miryam, ia sudah disidang dalam upaya menghalangi penyidikan KPK. Hakim sudah menyatakan ia bersalah dan menghukumnya 5 tahun penjara.
Editor: PAR
Sumber: kumparan