Jakarta,  Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) ‘menghalalkan’ aktivitas buzzer di media sosial. Dirjen Aplikasi Informatika Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan hal ini ketika ditanya dampak negatif buzzer di media sosial.

Bagi Semuel, buzzer dihalalkan selama konten yang mereka dengungkan valid dan tidak melanggar aturan konten. Semuel mengatakan aturan konten telah dibahas dalam UU ITE, khususnya mengenai hoaks, porno, hingga kekerasan.

“Buzzer itu boleh. Tidak melanggar yang melanggar kontennya yang kita awasi kontennya. Kalau dari platform yang diawasi pola perilakunya, dia pakai bot tidak. Kalau pakai bot itu diblokir,” ujar Semuel saat ditemui usai Indonesia Internet Governance, di Jakarta, Rabu (9/10).
Lebih lanjut Semuel mengatakan buzzer tidak perlu diatur. Justru yang harus diatur adalah konten-konten yang dimainkan buzzer tersebut di media sosial.

“Buzzer tidak perlu diatur, tapi kontennya yang diatur. Konten sudah diatur dalam UU ITE,” kata Semuel.

Semuel mengatakan aktivitas para buzzer ini memang diharamkan oleh platform media sosial. Pasalnya mereka sering menggunakan akun bot sehingga percakapan di media sosial tidak organik.

Buzzer seringkali dianggap membuat sebuah drama buatan di media sosial dengan kepentingan tertentu demi menggiring opini publik. Para pendengung ini membuat percakapan di media sosial tidak organik.
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan aktivitas para buzzer atau pendengung pendukung Presiden Joko Widodo saat ini justru merugikan presiden terpilih periode 2019-2024 itu.

Ia mengimbau para pendukung Jokowi tersebut menyebarkan informasi yang positif di media sosial.

“Ya kita melihat dari emosi yang terbangun, emosi yang terbangun dari kondisi yang tercipta itu merugikan. Jadi ya yang perlu dibangun emosi positif lah,” kata Moeldoko di Jakarta, Jumat (4/9).

Moeldoko merespons tentang aktivitas para pendukung Jokowi beberapa hari belakangan ini. Dua kasus dia soroti yakni terkait penyebaran informasi ambulans DKI Jakarta yang disebut membawa batu dan bensin saat aksi massa di sekitar Gedung MPR/DPR.

Lalu kasus tangkapan layar grup WhatsApp pelajar STM, yang ternyata nomor telepon di grup itu diduga milik anggota Polri. (jnp/age)

Editor: PAR
Sumber: CNNIndonesia