Ketika si kecil baru lahir, ibu hanya punya dua pilihan: menyusui bayi atau karena kondisi medis tertentu memberinya susu formula. Namun setelah bayi berusia 6 bulan, ibu dihadapkan dengan tahap berikutnya: memberi bayi makanan padatan atau MPASI (Makanan Pendamping ASI).
Tahap ini bisa jadi rumit, terutama bagi mereka yang baru pertama kali punya bayi. Belum lagi kalau banyak pihak yang memberi saran atau nasihat mengenai hal ini dan tidak semuanya senada. Ibu pun bingung, tak tahu harus percaya atau mengikuti saran yang mana.
Di tengah kebingungan ini juga, biasanya orang tua tanpa sadar melakukan kesalahan-kesalahan. Ya Moms, mengutip laman resmi American Academy of Pediatrics ada beberapa kesalahan yang umum dilakukan orang tua ketika mulai memberi bayi makanan padat atau MPASI.
Agar tak melakukannya, yuk Moms, pahami di sini apa saja kesalahan yang dimaksud ahli seputar pemberian makanan padat untuk bayi atau MPASI:
  • Memberi bayi makanan padat terlalu cepat
WHO maupun Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasi bayi diberi makanan padat setelah berusia 6 bulan. Namun beberapa orang tua percaya bahwa memberi bayi makanan padat dapat membantu si kecil tidur lebih lelap di malam hari.
 
Inilah kenapa ada orang tua yang memberi bayinya makanan padat sebelum usia 4 bulan. Padahal faktanya, sebelum usia 4 bulan sistem kekebalan dan pencernaan bayi belum cukup matang untuk dapat mengolah makanan dengan baik dan bertahan melawan alergen yang mungkin ada di dalam makanan.
Akibatnya? Risiko alergi makanan, eksim, infeksi saluran cerna, hingga masalah kenaikan berat badan yang berlebihan menjadi lebih tinggi.
  • Memberi bayi makanan padat terlalu lambat
Sebaliknya, kekhawatir bahwa bayi mungkin tersedak atau memiliki reaksi alergi terhadap makanan membuat beberapa orang tua menunda memberi bayi makanan padat meski usianya sudah 6 bulan.
Ini tidak bijak, Moms! Sebuah penelitian yang dimuat dalam jurnal Maternal & Child Nutrition mengungkap bagaimana anak-anak yang tidak diperkenalkan dengan makanan padat pada usia 6 bulan mengalami lebih banyak masalah pencernaan dibandingkan dengan yang diperkenalkan dengan makanan padat pada usia 6 bulan.

Menunggu terlalu lama untuk memulai makanan padat juga dapat memperlambat tumbuh-kembang bayi, meningkatkan risiko kekurangan zat besi, berkontribusi pada sensitivitas tekstur makanan, hingga berkontribusi pada pengembangan alergi makanan.

Sebaliknya, mulailah dengan makanan padat sekitar 6 bulan dan pantau toleransi bayi Anda, termasuk tanda-tanda respons alergi atau tersedak.
  • Memberi Bayi Makanan Hambar
Anda mungkin pernah mendengar makanan hambar merupakan makanan yang terbaik untuk bayi. Pada tahap awal mengonsumsi makanan padat, ini benar, Moms.
Namun, penelitian menunjukkan bahwa memaparkan bayi Anda pada berbagai rasa sejak dini dapat mendorong konsumsi banyak makanan yang berbeda di kemudian hari, dan mencegah bayi tumbuh jadi anak yang susah makan atau suka pilih-pilih (picky eater).
Jadi tak perlu ragu mengajak bayi mengenal beragam rasa dengan membumbui makanannya.
  • Melupakan Nutrisi Penting
Dua tahun pertama kehidupan sangat penting untuk pertumbuhan otak dan tubuh. Zat besi, seng, lemak total, asam lemak omega-3 seperti DHA, dan vitamin D adalah nutrisi penting di masa ini.

Melewatkan makanan kaya zat besi, seperti daging sapi atau sereal yang diperkaya zat besi, atau gagal memastikan lemak yang cukup dalam makanan, misalnya, dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan bayi Anda.

Karena itu, perhatikan pilihan makanan bayi dan pastikan semua kelompok makanan dan nutrisi terwakili. Untuk memenuhi kebutuhan zat besi, yang lebih tinggi antara usia 6 dan 12 bulan, tawarkan dua sumber makanan kaya zat besi per hari, seperti daging, sereal yang diperkaya zat besi, kuning telur atau sayuran kaya zat besi seperti bayam. Pastikan untuk memasukkan sumber lemak sehat, seperti alpukat dan minyak zaitun.
  • Memberi gula dan garam
Sejumput gula dan garam tampak tak berbahaya? Faktanya, ini dapat memengaruhi preferensi makanan, kebiasaan makan, dan kesehatan bayi di masa depan, Moms!
Dengan ruang perut terbatas dan kebutuhan nutrisi yang tinggi, bayi memiliki sedikit ruang untuk gula dan garam dalam makanan mereka. Tidak hanya itu, gula dan garam di dalam tubuh membuat kerja ginjal bayi menjadi berat. Risikonya adalah hipertensi dan penyakit ginjal saat dewasa.
  • Mengabaikan Tanda Kenyang
Bayi pandai mengetahui berapa banyak makanan yang harus dimakan, dan menunjukkan tanda kenyang dengan cara memalingkan muka, menutup mulut atau menggelengkan kepala. Namun, beberapa orang tua mengabaikan hal ini karena ingin bayinya makan lebih banyak, atau setidaknya menghabiskan makanan yang ada di piring.
Ini salah, Moms! Mendorong bayi untuk makan lebih banyak dapat merusak kemampuan alaminya untuk mengatur sendiri porsi makan yang ia butuhkan, bahkan mungkin mengajarinya makan berlebihan. Jadi jika bayi Anda menunjukkan tanda-tanda sudah kenyang, ikuti saja.
  • Memberi Makan Bayi Secara Terpisah Dari Keluarga
Memisahkan bayi terpisah dari waktu makan anggota keluarga yang lain mungkin tampak efisien. Tetapi bayi jadi kehilangan kesempatan belajar.
Ya Moms, bila dibiarkan makan bersama anggota keluarga yang lain bayi akan memperhatikan orang lain makan. Tidak hanya itu, bayi akan belajar tentang variasi dan tekstur makanan, dan pengalaman makan sebagai upaya sosial di meja keluarga.
  • Takut bayi makan berantakan
Bila dibiarkan, bayi pasti makan berantakan! Makanan bayi akan tumpah ke lengan, pakaian, wajah hingga rambutnya. Tetapi, dari sini bayi juga akan banyak belajar, lho! Jadi biarkan saja dan jangan dilarang atau tahan, Moms! Biarkan bayi terbiasa menikmati makanan maupun waktu makannya.
Editor: PAR
Sumber: kumparan