Batam – Sepuh, bijak, ramah nan tajam. Itulah kesan pertama kali bertemu Dokter Lie Dharmawan, pendiri Rumah Sakit Apung swasta dan gratis yang pertama di Indonesia.

Pertemuan antara wartawan dan sang ahli bedah yang dijuluki dokter ‘gila’ itu, dilakukan di salah satu restoran di kawasan Harbourbay, Batam, Sabtu (5/10) malam.

“Secara duniawi, saya lebih baik tinggal di Jerman. Saya dari universitas yang besar dan sudah punya kedudukan yang baik. Tetapi ada keinginan untuk menolong sesama anak bangsa, ” tutur Lie menjelaskan alasanya pulang tanah air setelah menyelesaikan pendidikan dokternya di Jerman.

Menurutnya, keputusannya untuk kembali ke Indonesia dan mengabdikan ilmunya kepada masyarakat Indonesia, termasuk mendirikan Rumah Sakit Apung, didorong oleh keyakinan dan nasionalismenya kepada Bangsa dan Negara Indonesia.

“Motivasi saya adalah iman dan nasionalisme saya,” tegas Dokter dengan nama Tionghua Li De Mei atau Lie Tek Bie ini.

Lie menjelaskan, ide Rumah Sakit Apung terbersit 1 dekade lalu, setelah dia menyaksikan betapa susahnya masyarakat daerah terpencil mengakses pelayanan kesehatan.

“Tahun 2008, saya mendirikan sebuah panti rawat gizi di Pulau Kei, untuk mengobati anak-anak stunting karena gizi buruk. Saya sering ke sana untuk operasi,” tuturnya.

Pada Februari tahun itu, dia mengoperasi seorang anak laki-laki yang menderita usus terjepit dengan kondisi kesehatan yang buruk, dimana anak tersebut dibawa ibunya dari Saumlaki dengan menempuh perjalanan laut selama 3 hari 2 malam.

Dari pengalaman tersebut, lahirlah ide Lie mendirikan Rumah Sakit Apung dengan peralatan medis yang lengkap untuk mendatangi pasien-pasien di daerah terpencil.

“Yang paling masuk akal, bikin satu rumah sakit, bawa ke sana, lalu bisa pindah-pindah. Lahirlah ide bikin Rumah Sakit Apung,” sambung Lie.

“Ketika saya menceritakan keinginan mendirikan Rumah Sakit Apung, orang mengatakan saya bodoh, yang ekstrim mengatakan saya gila,” jelasnya tentang asal-usul julukan dokter ‘gila’ yang disemat kepada dirinya.

Untuk menwujudkan ide ‘sinting’ tersebut, Lie rela menjual salah satu dari dua rumah yang dimilikinya. Hasil penjualan rumah dijadikan sebagai uang muka untuk pembelian kapal Rumah Sakit Apung yang pertama.

“Saya merombak kapal itu pelan-pelan, sepotong demi potong, hingga akhirnya menjadi sebuah rumah sakit,” katanya.

16 Maret 2013, layaknya sebuah rumah sakit lengkap dengan tenaga dan peralatan medis, Rumah Sakit Apung dr. Lie Dharmawan mulai berlayar ke wilayah pulau terpencil di negeri arkipelago ini, mendatangi dan mengobati pasiennya secara cuma-cuma.

Hingga 2018, tercatat pasien yang pernah ditangani oleh Rumah Sakit Apung telah melebihi 50.000 jiwa.

Dokter Lie juga menuturkan, sejak kecil dia telah terpanggil hatinya untuk menjadi seorang dokter, demi menolong sesama.

“Karena adik saya usia 1 tahun meninggal di pangkuan Ibu saya, tahun 1948, dimana terjadi aksi agresi militer Belanda. Itulah awalnya saya bertekad menolong orang lain, agar tidak ada lagi yang kehilangan anak,” jelas dokter yang lahir di Padang, 16 April 1946.

Lie beserta rombongannya pagi hari itu berkunjung ke Universitas Batam (Uniba) untuk memberi kuliah umum tentang DokterShare, organisasi nirlaba yang mengelola Rumah Sakit Apung.

Selain itu, juga dilaksanakan penandatanganan MoU antara DokterShare dan Uniba untuk pengembangan program Rumah Sakit Apung di wilayah Kepri.

“Kita sedang mengembangkan sayap, karena ini sudah menjadi milik publik. Rencananya, Rumah Sakit Apung akan hadir di Kepri,” tambahnya.

Untuk mengetahui lebih detail tentang Rumah Sakit Apung, silakan kunjungi website doctorshare.org.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Editor: PAR
Sumber: batamxinwen