Komisi Persaingan Usaha Malaysia atau The Malaysia Competition Commission (MyCC) mengenakan denda kepada Grab sebesar 86 juta ringgit atau sekitar Rp 291 miliar (Rp 3.390 per ringgit Malaysia). Grab dinilai melanggar undang-undang persaingan usaha dengan memberlakukan pembatasan pada mitra pengemudi.
Dilansir Reuters, Jumat (4/10), MyCC mengungkapkan, Grab telah menyalahgunakan posisi dominannya di pasar lokal. Cara yang dilakukan Grab yaitu dengan melarang mitra pengemudinya untuk mempromosikan dan menyediakan layanan iklan kepada pesaingnya di industri berbagi tumpangan (ride-hailing).
“MyCC menilai aturan pembatasan tersebut dapat mendistorsi persaingan usaha sehat di pasar, dengan menciptakan hambatan bagi para pesaing Grab untuk masuk dan berekspansi di masa mendatang,” ujar Ketua MyCC Iskandar Ismail.
Iskandar menuturkan, pihaknya memberikan waktu 30 hari kerja kepada Grab untuk menyampaikan keterangan terkait persoalan tersebut. Selain itu, jika Grab dianggap gagal mengatasi permasalahan ini, maka akan dikenakan denda harian senilai 15.000 ringgit.
Mengacu pada regulasi persaingan usaha di Malaysia, pemain yang dominan di pasar bukan merupakan pelanggaran hukum. Kecuali, perusahaan tersebut menyalahgunakan posisinya untuk menghambat pesaing lain di pasar.
Sementara itu, pihak Grab mengaku terkejut dengan keputusan tersebut. Menurut Juru Bicara Grab, hal itu merupakan praktik umum dalam berbisnis. Kebijakan ini juga ditempuh untuk menyesuaikan iklan dengan kebutuhan konsumen.
“Kami mempertahankan posisi kami bahwa kami telah sepenuhnya mematuhi Undang-Undang Persaingan 2010,” kata juru bicara Grab kepada Reuters.
Tahun lalu, regulator juga mengatakan akan memantau kemungkinan adanya pelanggaran persaingan usaha oleh Grab, setelah mengakuisisi pasar Uber di Asia Tenggara. Akuisisi itu dilakukan pada Maret 2018.
Komisi Konsumen dan Persaingan Singapura (CCCS) pun mendenda Uber dan Grab terkait merger kedua perusahaan tahun lalu. Pemerintah Singapura menilai, kesepakatan itu berupa menaikkan tarif layanan.
Sedangkan pemerintah Filipina menilai, merger antara Uber dan Grab membuat kualitas layanan menurun.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Baru-baru ini di Indonesia, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memastikan akan melakukan sidang kepada PT Solusi Transportasi Indonesia atau Grab Indonesia pekan depan terkait dugaan praktis bisnis tak sehat.
KPPU sebelumnya mengungkapkan adanya dugaan terkait perlakuan diskriminatif Grab yang mengistimewakan PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) selaku mitra GrabCar dibandingkan pengemudi mandiri lainnya.
Anggota Majelis KPPU Harry Agustanto mengatakan, sebelumnya pihak Grab meminta tambahan waktu untuk mengumpulkan berkas. Namun KPPU hanya memberikan waktu hingga satu pekan dari saat ini untuk menyampaikan tanggapannya.
“Pemeriksaan pendahuluan dibatasi hanya sampai 30 hari. Jadi kami hanya mengizinkan hingga 8 Oktober, kami sidangkan,” ujar Harry saat dikonfirmasi kumparan, Selasa (1/10).
Sementara itu, pihak Grab meminta waktu penundaan persidangan karena memerlukan waktu untuk mengumpulkan berbagai berkas guna menjawab laporan dari investigator.
“Jadi kalau bisa, kami meminta waktu dua minggu karena setelah kami lihat, berkas, ada materi dari 2017 jadi kami perlu waktu mengumpulkan baik dari kantor di Medan maupun di Jakarta,” kata Kuasa Hukum Grab Frank Hutapea dalam keterangannya.
Dia menyatakan, tidak ada hal pelanggaran seperti yang ditudingkan KPPU. Frank juga menjelaskan, pengemudi yang bernaung di bawah PT TPI jauh lebih sedikit dibandingkan pengemudi mitra lainnya. Dalam pembagian komisi pun, pengemudi di bawah PT TPI mendapatkan jumlah yang lebih kecil dibandingkan pengemudi mitra lainnya.
Editor: PAR
Sumber: kumparan