Jakarta – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan mengungkapkan ada sederet kewajiban perpajakan yang harus dilunasi bagi masyarakat atau pelaku usaha jasa titipan (jastip) yang tetap ingin membawa barang dari luar negeri lewat dari batas ketentuan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut. Dalam beleid ini, batasannya ditetapkan sebesar US$ 500 per individu. Jika melebihi batasan, maka kelebihannya itu yang dikenakan pajak.

Kasubdit Komunikasi Dan Publikasi DJBC, Deni Surjantoro mengatakan mengatakan, kewajiban yang harus dipenuhi para pelaku jastip mulai dari bea masuk hingga pajak dalam rangka impor.

 

“Yang harus dibayar bea masuk, pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN),” kata Deni saat dihubungi detikcom, Jakarta, Jumat (4/10/2019).

PMK nomor 203/PMK.04/2017 sejatinya hanya untuk masyarakat yang gemar jalan-jalan ke luar negeri. Namun, seiring waktu berjalan banyak masyarakat yang memanfaatkan batasan tersebut sebagai peluang bisnis, salah satunya jastip.

Namun, Deni menegaskan bahwa aturan tersebut hanya memberikan pembebasan bea masuk bagi masyarakat yang membawa oleh-oleh dari luar negeri di bawah batas ketentuan. Jika melebihi, maka masyarakat akan membayarkan kewajiban pajaknya dari sisa nominal batasan.

Misalnya, seorang masyarakat membawa oleh-oleh dengan total nilai US$ 550, maka yang dikenakan bea masuk, PPh, dan PPN adalah US$ 50.

Dikatakan Deni, DJBC Kementerian Keuangan mengimbau kepada seluruh masyarakat terutama pelaku usaha jastip untuk mengisi dokumen pemberitahuan impor barang khusus (PIBK) setelah mendarat di tanah air.

“Pada umumnya jadi meskipun di bawah US$ 500 jika barang tersebut bertujuan untuk didagangkan maka berlaku skema impor umum dengan PIBK,” ungkap dia.

Editor: PAR
Sumber: detikfinance