Jakarta – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi III, Arsul Sani meminta aparat kepolisian menjelaskan secara rinci penangkapan serta penetapan Dandhy Dwi Laksono sebagai tersangka dini hari tadi, Jumat (27/9). Arsul menyoroti soal dua alat bukti permulaan sebagai dasar penetapan tersangka kepada eks jurnalis itu.

“Apalagi kalau sudah ditetapkan tersangka, polisi tentu harus dijelaskan juga bahwa dua alat bukti sudah ada pada polisi,” kata Arsul di Kompleks DPR/MPR, Jakarta.

Dalam penindakan hukum, kata Arsul, yang terpenting adalah semua prosedur formalnya telah terpenuhi. Misalnya hal-hal terkait surat administrasi hingga pemberitahuan kepada keluarga.

“Karena penangkapannya secara paksa, kemudian harus jelaskan sudah ada (minimal) dua alat bukti,” kata dia.

Polisi kata Arsul harusnya bisa lebih transparan dalam melakukan proses penindakan hukum dan mengkomunikasikan secara terbuka tindakan yang mereka ambil.

“Biar publik menilai. Saya kira publik sekarang kan juga sudah pintar, kalau alasannya karena postingan di medsos, biar publik menilai apakah memang postingan itu memang benar-benar provokatif atau tidak,” kata dia.

“Yang kita harapkan Divisi Humas Polri mengapdet lah fakta, benar dan akurat terkait proses penegakan hukum,” katanya.

Dandhy Dwi Laksono ditangkap dini hari tadi di kediamannya. Ia dipulangkan pada dini hari, tapi dengan status sebagai tersangka.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Iwan Kurniawan menuturkan Dandhy dijerat oleh Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

“Itu dia (Dandhy) dugaan Undang-Undang ITE,” kata Iwan saat dikonfirmasi, Jumat (26/9).

Iwan juga membenarkan bahwa pihaknya tidak melakukan penahanan terhadap Dandhy, tapi tidak menjelaskan alasannya.

“Intinya yang bersangkutan betul dipanggil dan sudah dipulangkan tadi pagi, ya memang kita enggak melakukan penahanan,” tutur Iwan.

Editor: PAR
Sumber: CNN Indonesia