Polri soal Jurnalis Dianiaya Brimob: Makanya Cari Posisi Aman

Kericuhan saat aksi demonstrasi menolak RKHUP. (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe).

JAKARTA, POJOK BATAM.ID – Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo merespons sejumlah kekerasan dan penganiayaan terhadap awak media saat melakukan peliputan demonstrasi ricuh menolak RKUHP dalam beberapa hari terakhir.

Dia mengklaim seorang anggota polisi tidak boleh menghalangi kerja wartawan untuk melakukan peliputan di kegiatan aksi unjuk rasa, meskipun berujung ricuh.

Dedi mengaku pekerjaan jurnalis dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Maka itu anggota kepolisian tidak boleh melakukan intervensi kerja-kerja jurnalistik, khususnya di lapangan.

“Enggak boleh menghalangi, itu enggak boleh. Enggak boleh intervensi media, itu enggak boleh itu. Media dilindungi,” ujarnya di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (26/9).

Namun Dedi juga meminta jurnalis mencari posisi aman saat meliput, terutama meliput kericuhan. “Makanya saya minta teman-teman media harus paham juga, nyari posisinya jangan sampai salah. Nyari posisi aman. Harus menimbang dari segala macam aspek,” kata Dedi.

Dedi mengaku menyesalkan tindakan yang menghalangi kerja wartawan. Salah satunya adalah peristiwa di Makassar yang menimpa jurnalis Kantor Berita Antara. Dedi pun telah meminta Polda Sulsel untuk meminta maaf kepada jurnalis yang alami pengeroyokan oleh oknum polisi tersebut.

Lebih jauh Dedi meminta supaya ke depannya awak media mau menggunakan rompi yang bertuliskan pers supaya anggotanya dapat membedakan mana massa aksi dan pers. ID card, dinilainya terlalu kecil untuk dapat dilihat anggota kepolisian.

“Ketika teman media meliput kerusuhan dan diprediksi terjadi kerusuhan semuanya dibekali rompi yang ada tulisan pers dan teman media yang meliput harus cermat di mana tempat yang aman. Aman dari massa dan aparat,” tuturnya.

Dedi menambahkan pihaknya akan memberi sanski kepada anggotanya yang melakukan pengeroyokan kepada awak media.

“Tergantung kalau disiplin [hukumnya], disiplin, kalau kode etik [hukumnya], kode etik, kalau pidana [hukumnya], pidana, tergantung barbuk,” tuturnya.
Diketahui, selain di Makassar, sejumlah jurnalis mengalami kekerasan oleh oknum polisi saat meliput demonstrasi ricuh menolak RKUHP dalam beberapa terakhir.

Salah satunya di Jakarta, dilaporkan beberapa jurnalis dari berbagai media, baik pria maupun perempuan, mendapat kekerasan fisik maupun verbal oleh oknum polisi. Mereka mendapat kekerasan terutama ketika merekam video aksi brutal Brimob maupun polisi kepada demonstran.

(gst)

Editor: PAR
Sumber: CNNIndonesia