Jakarta – Pengusaha meyakini aliran investasi di Batam akan semakin deras setelah pemerintah resmi menyerahkan pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) kepada wali kota setempat.

Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Mardani H Maming mengatakan kalangan pengusaha sempat mengeluhkan kesulitannya dalam berinvestasi di kawasan Batam lantaran dipimpin oleh dua orang, yakni Kepala BP Batam dan wali kota setempat.

“Sekarang dengan adanya satu pemimpin, dipimpin wali kota jadi memudahkan pengusaha,” ucap Mardani kepada CNNIndonesia.com, Selasa (24/9).

Sebelumnya, kata dia, Kepala BP Batam kerap membuat kebijakan yang berbeda dengan wali kota. Salah satu contoh di bidang perizinan investasi. Pengusaha sebenarnya sudah mendapatkan perizinan dari wali kota.

Tapi karena mereka belum mendapatkan izin investasi dari BP Batam, pengusaha itu belum bisa menjalankan bisnisnya. “Contohnya ada perusahaan bangun gudang, wali kota sudah setuju tapi BP Batam belum. Jadi kan ada dua pimpinan, satu mau a yang satu mau b, tidak enak,” kata dia.

Dengan kemudahan dan kepastian usaha bagi pengusaha ini, Mardani optimistis Batam bisa menarik investasi dari luar negeri mengalahkan Malaysia. Ketika keyakinan tersebut berbuah manis, ia mengatakan aliran investasi secara nasional pun akan berdampak positif.

Diketahui, kebijakan penentuan wali kota sebagai pemimpin BP Batam tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 62 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas PP 46/2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

Dalam PP baru itu, BP Batam akan melakukan kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur publik dan kepentingan umum berdasarkan perencanaan bersama dengan Pemerintah Kota Batam.

“Perencanaan bersama sebagaimana dimaksud dikoordinasikan oleh Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam,” bunyi Pasal 2 ayat 5 PP itu dilansir dari website Sekretariat Kabinet.

Kepala BP Batam Edy Putra Irawady mengatakan dengan penerbitan aturan tersebut, ia sudah bukan pemimpin BP Batam. Dengan status tersebut, ia tidak boleh mengambil dan menandatangani keputusan apa pun sebagai kepala BP Batam.

“PP bilangnya kepala BP Batam dijabat ex officio oleh walikota Batam dan pp berlaku sejak diudangkan,” katanya.

Sementara itu, Peneliti Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan keputusan pemerintah yang menjadikan wali kota Batam sebagai pemimpin BP Batam tak serta merta menarik investasi. Pasalnya, aturan ini akan menimbulkan kekhawatiran baru.

“Ini kan sebenarnya dari dulu yang masalah kelembagaan, karena ada dua lembaga. Bukan masalah orangnya. Jadi kalau pun pemimpin satu tapi lembaganya dua sama saja,” ucap Enny.

Ia berpendapat lembaga pemerintahan daerah yang dipimpin oleh wali kota memiliki kepentingan tersendiri, begitu juga dengan BP Batam. Jika pemerintah kota lebih mementingkan hal-hal yang politis, BP Batam lebih fokus terhadap investor.

Dengan demikian, ada potensi kebijakan yang dibuat oleh wali kota nantinya justru tetap menyusahkan pengusaha. Menurutnya, politik dan investasi sulit disatukan.

“Jadi ini bukan selesaikan masalah, tapi menambah masalah baru yaitu ketidakpastian tadi. Hal-hal yang dibutuhkan kawasan ekonomi itu kepastian,” jelasnya.

Maka itu, ia menyarankan perlu dibuat aturan lebih detail mengenai kebijakan untuk BP Batam dan pemerintah kota untuk mengurus investasi di kawasan itu. Jika tidak, maka penyerahan kepemimpinan BP Batam ke wali kota akan jadi percuma.

“Kalau hanya seperti ini pemerintah terkesan ingin instan,” pungkas Enny.

(aud/glh)

Editor: PAR
Sumber: CNN Indonesia