Pemerintah ingin menunda pengesahan RUU KUHP yang saat ini bergulir di DPR. Penundaan itu karena pemerintah menilai banyak masyarakat yang salah paham terhadap pasal-pasal yang saat ini menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.
Menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, pemerintah perlu memberikan klarifikasi dan sosialisasi terhadap pasal-pasal yang diperdebatkan saat ini. Jangan sampai ada pihak yang justru memberikan penjelasan atau tanggapan yang menyesatkan terkait pasal-pasal di dalam RUU KUHP.
“Saya yang lucu ini, ada bintang sinetron, buat pernyataan, jadi nampak tololnya. Kenapa? Dia bilang, wah nanti wanita yang kena perkosa menggugurkan kandungannya akan dipidana. Justru perempuan dengan alasan perkosaan bisa aborsi. Itu kan nampak tololnya. Nggak baca-baca sudah bisa kasih komentar,” kata Yasonna.
Pernyataan Yasonna disampaikan kepada wartawan di sela menghadiri peluncuran buku “Selayang Pandang Komisi III DPR” karya Komisi III periode 2014-2019, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (23/9).
Menurut Yasonna, banyak pihak yang selama ini salah memahami pasal per pasal yang ada di RUU KUHP. Salah satunya tentang aturan mengenai unggas tidak boleh masuk perkarangan rumah tetangga. Menurut Yasonna, aturan itu juga sudah diatur dalam UU KUHP yang lama. Termasuk soal ketentuan pidana dan denda bagi gelandangan.
“Kemudian diprotes lagi, masa gelandangan di KUHP sekarang diatur. Bahkan hukuman badan, kurungan. Yang baru ini justru diperbaiki, kalau ada gelandangan, ada dasar hukumnya, bisa di panti asuhan, bisa dibuat di pendidikan lainnya atau kerja sosial. Apa yang salah dengan itu? Justru lebih baik, kan,” ujar menteri asal PDIP ini.
Kemudian, lanjut Yasonna, terkait dengan pasal kohabitasi atau kumpul kebo banyak yang salah paham. Yasonna mengatakan, pasal itu merupakan delik aduan, sehingga selama tidak ada yang mempidanakan dari pihak keluarga, itu tidak bisa dipidanakan.
“Kenyataannya banyak yang salah mengerti, banyak yang harus kita jelaskan dulu secara baik kepada masyarakat. Mungkin ada saja yang bisa dihilangkan, misalnya soal kohabitasi. Kohabitasi kan bisa salah mengerti, seolah-olah kalau orang kumpul kebo, ya kan, langsung ditangkap sehingga di luar negeri bikin heboh. Padahal dia delik aduan. Hanya bisa dipidana kalau diadukan oleh orang tuanya, oleh anaknya,” jelas Yasonna.
Oleh karena itu, Yasonna menegaskan, pemerintah berpandangan perlu menunda pengesahan RUU KUHP karena perlu sosialisasi kepada masyarakat. Dan pemerintah, kata dia, membuka peluang untuk dilakukan pembahasan ulang terhadap pasal-pasal yang dinilai perlu perbaikan.
“Kan pemerintah harus mendengar, tapi karena kita lihat ada yang disampaikan itu juga tidak benar, tidak jelas, mengambil sepotong-sepotong, itu kita klarifikasi. Mana yang nanti harus kita bahas ulang, kita bahas ulang,” tutup Yasonna yang terpilih menjadi anggota DPR periode mendatang ini.
Editor: PAR
Sumber: kumparan