Jakarta – PT PLN (Persero) mencetak laba bersih Rp7,35 triliun per Juni 2019. Perolehan laba perusahaan listrik pelat merah itu berbanding terbalik dengan periode yang sama tahun lalu yang rugi sebesar Rp5,35 triliun.

Padahal, menilik laporan keuangan semester I 2019, beban biaya usaha perusahaan naik 7,08 persen dari Rp142,43 triliun pada periode yang sama tahun lalu menjadi Rp152,51 triliun.

Komponen biaya usaha dengan kenaikan terbesar berasal dari beban pembelian listrik swasta, yaitu 9,52 persen menjadi Rp41,4 triliun. Kenaikan beban pembelian listrik ini terjadi seiring dengan masuknya beberapa Independent Power Producer (IPP) untuk menyuplai daya ke PLN.

Sementara, biaya bahan bakar mendominasi 43 persen terhadap total beban biaya usaha, di mana biaya gas merupakan biaya bahan bakar terbesar, meskipun output listriknya hanya berkontribusi 22%.

Kendati beban biaya usaha naik, Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengatakan penjualan tenaga listrik juga bertumbuh 4,95 persen menjadi Rp133,45 triliun per Juni 2019. Pertumbuhan penjualan berasal dari kenaikan volume sebesar 118,52 Terra Watt hour (TWh).

“Volume penjualan listrik naik 4,41 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, yakni 113,52 TWh,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (23/9).

Peningkatan konsumsi volume listrik juga didukung oleh bertambahnya jumlah pelanggan, di mana sampai dengan akhir Juni 2019 telah mencapai 73,62 juta atau bertambah 3,92 juta pelanggan dari posisi sebelumnya 69,7 juta pelanggan.

“Bertambahnya jumlah pelanggan ini mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional dari 98,3 persen pada akhir 2018 menjadi 98,81 persen pada akhir Juni 2019,” jelasnya.

Faktor lain yang mendongkrak pertumbuhan laba, Sarwono mengatakan penguatan mata uang rupiah terhadap dolar AS dan euro, di mana sebagian besar pinjaman jangka panjang yang diperoleh perusahaan berbentuk dolar AS.

“Penguatan nilai tukar rupiah berdampak positif bagi hasil usaha PLN, yang mana PLN membukukan keuntungan selisih kurs pada Juni 2019 sebesar Rp5,04 triliun,” katanya.

Listrik Tak Naik

Sarwono menuturkan efisiensi operasi juga terus dilakukan dengan mengurangi konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk pembangkit PLN dan menggantinya dengan Biofuel, serta menambah pasokan listrik dari pembangkit lain yang berbiaya operasi lebih murah.

Efisiensi operasi dilakukan mengingat sampai saat ini pemerintah masih bertahan untuk tidak menaikkan tarif listrik. Hal itu ditempuh demi menjaga daya beli masyarakat dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Namun demikian, pemerintah sesuai Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 berkomitmen mendukung kesehatan keuangan PLN untuk menjalankan penugasan Public Service Obligation (PSO) dan ekspansi untuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan (PIK).

(bir)

Editor: PAR
Sumber: CNN Indonesia