“Tidak mungkin (jadi alat kriminalisasi), karena selain itu adalah delik aduan mutlak, juga antara mengkritik dan menghina itu sangat berbeda,” kata Taufiqulhadi kepada wartawan, Sabtu (21/9/2019).
“Semua pasal dalam RKUHP sudah upayakan kompatibel dengan proses demokrasi kita dan penyelenggaraan HAM. Tapi tetap berpijak pada dasar ideologi kita, Pancasila,” ucapnya.
“Saya berharap, masyarakat juga tahu persis membedakan antara kritik dan menghina,” imbuh Taufiqulhadi.
Diberitakan sebelumnya, pakar hukum pidana Suparji Ahmad berpendapat, Pasal 217 sampai Pasal 220 di RUU KUHP dihapuskan selama belum disepakati. Menurutnya, pasal tersebut harus dihapus karena dikatakannya bersifat multitafsir.
“Iya dihapus karena pasal itu penyerangan harkat martabat presiden dan wakil presiden dikhawatirkan masih akan multiinterpretasi,” kata Suparji dalam diskusi bertajuk ‘Mengapa RKUHP Ditunda?’ di D’Consulate Resto & Lounge, Jl KH Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Sabtu (21/9).
(zak/fai)
Sumber: detikNews