Jakarta – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah memutuskan menunda pembahasan dan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) di DPR. Selangkah lagi RKUHP itu disahkan lewat Rapat Paripurna DPR itu mendapatkan apresiasi dari masyarakat yang selama ini resisten, namun tetap dilihat berdasarkan hasil pertimbangan politik ketimbang menyerap aspirasi publik.

Pada perjalanannya, pembahasan RKUHP ini mendapat banyak penolakan di masyarakat terkait keberadaan sejumlah pasal kontroversial. Di antaranya pasal pidana bagi pasangan kumpul kebo, pasal aborsi, hingga pasal penghinaan presiden yang dikritik bakal berpotensi kriminalisasi.

“Ini menjadi upaya pemerintah untuk meredam gejolak di tingkat publik sehingga pemerintah punya waktu untuk berpikir, mengevaluasi,” ujar peneliti politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (20/9) petang.

Arya menilai keputusan penundaan pembahasan RKUHP itu tak lebih dari upaya untuk meredam gejolak di masyarakat.

Tak dipungkiri berbagai polemik terkait pengesahan Rancangan Undang-undang di DPR belakangan ini turut berpengaruh pada tingkat kepercayaan terhadap Jokowi. Apalagi setelah disahkan revisi UU KPK menjadi undang-undang.

Revisi UU KPK yang dinilai dapat memperlemah pemberantasan korupsi di Indonesia itu malah disepakati Jokowi untuk disahkan dalam rapat paripuruna DPR.

“Presiden memahami hal itu [pro dan kontra]. Jadi apa yang dilakukan sekarang adalah isyarat dia untuk mengevaluasi kembali bagaimana sikap pemerintah terkait RKUHP,” kata Arya.

Arya menuturkan, bukan tidak mungkin dalam penundaan RKUHP itu Jokowi ingin menarik sejumlah pasal yang kontroversial. Namun, hal itu harus dikaji lebih lanjut bersama DPR dalam rapat konsultasi lanjutan.

Terlepas dari hal tersebut, keinginan Jokowi untuk menunda pengesahan RKUHP bisa jadi terganjal di DPR.

“Tergantung ke respons DPR karena kalau menyetujui atau tidak itu kan kewenangan DPR. Tapi setidaknya presiden sudah menyatakan sikap, DPR mestinya mempertimbangkan,” ujar pengamat politik Universitas Padjajaran Firman Manan.

Firman menilai, DPR mestinya juga mempertimbangkan banyaknya suara penolakan di masyarakat. Hal itu pula yang menurutnya menjadi pertimbangan Jokowi untuk menunda pembahasan RKUHP.

“Ketika muncul sentimen negatif dari publik maka (penundaan) ini langkah tepat. Walau ini bukan keputusan presiden, mungkin mengimbau juga karena pengesahan ini kan ranahnya DPR,” tuturnya.

Pendapat DPR

Sementara itu dua sekretaris jenderal parpol koalisi Jokowi, PPP dan NasDem, telah menyatakan kesepahaman parpolnya atas keputusan Jokowi.

Sekjen PPP yang juga anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani bahkan mengklaim seluruh parpol koalisi sepakat dengan keputusan Jokowi.

“Tentu fraksi yang koalisinya masuk ke pemerintahan akan mendukung yang disampaikan Presiden,” kata Arsul kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Jumat (20/9).

Sekjen Partai NasDem Johnny G Plate mengatakan partainya berpendapat bahwa pasal-pasal dalam RKUHP perlu disisir lebih lanjut karena banyaknya pro dan kontra di tengah masyarakat.

“Terkait pembahasan RKUHP, kami berpendapat bahwa atas berkembangnya pendapat masyarakat yang pro dan kontra maka perlu penyisiran lebih lanjut terhadap pasal-pasal RKUHP yang dinilai masih krusial,” ucap Johnny yang juga anggota Komisi XI DPR itu hari ini.

Sementara itu Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan anggota dewan akan mempertimbangkan permintaan menunda pengesahan RUU KUHP tersebut. Sesuai rencana setelah disepakati di Komisi III DPR RI, RKUHP itu akan disahkan dalam Rapat Paripurna pada 24 September mendatang.

“Semua fraksi di DPR RI saya yakin akan mempunyai sikap yang sama jika sudah berbicara kepentingan rakyat. Saya sendiri sudah berbicara dengan beberapa pimpinan fraksi di DPR untuk membahas penundaan itu pada Senin (23/9) mendatang dalam rapat Badan Musyawarah atau Bamus,” ujar Bamsoet dalam siaran pers yang diterima CNNIndonesia.com.

Bamsoet mengatakan andai dalam Rapat Bamus pada 23 September itu para pimpinan fraksi setuju menunda, maka pembahasan akan dilakukan lagi atas pasal-pasal yang dianggap masyarakat masih kontroversial.

“Ini akan kita bahas lagi dan hasilnya akan disosialisasikan ke masyarakat,” kata Bamsoet.

Sebelumnya, Jokowi menyatakan setidaknya terdapat 14 pasal di dalam RKUHP yang perlu dibahas lebih lanjut bersama DPR maupun kalangan masyarakat. Jokowi sudah meminta agar pengesahan RKUHP ditunda hingga DPR periode mendatang.

Sementara itu di tingkat masyarakat sipil mengusulkan agar Jokowi membentuk komite ahli pembaruan hukum pidana yang melibatkan semua elemen masyarakat.

“ICJR mendorong presiden untuk segera membentuk Komite Ahli Pembaruan Hukum Pidana yang melibatkan seluruh elemen masyarakat,” ujar Direktur Eksekutif ICJR Anggara Suwahju dalam keterangan pers.

Ia mengatakan komite itu sebagai cara agar kebijakan hukum pidana di Indonesia sejalan dengan prinsip demokrasi dan komprehensif. Komite tersebut, kata dia, harus memasukkan sejumlah elemen masyarakat yang terdiri dari akademisi dan ahli dari seluruh bidang ilmu yang terkait seperti kesejahteraan sosial, ekonomi, kesehatan masyarakat, serta masyarakat sipil.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia (AII) Usman Hamid menegaskan pasal-pasal kontroversial dalam draf RKUHP yang ada saat ini harus ditolak dan dirombak seluruhnya. Menurutnya, draf rumusan RKUHP yang ada saat ini tidak sejalan dengan semangat untuk dekolonisasi.

“Watak undang-undang kolonialisme itu harus dihapuskan,” tegas Usman soal RKUHP yang telah diputuskan ditunda pembahasannya oleh Jokowi.

(psp/kid)

Editor: PAR
Sumber: CNN Indonesia