Lebak – Suku Baduy di Desa Kanekes, Lebak, Banten, tidak selalu identik dengan orang yang tertinggal dalam sisi informasi. Geliat teknologi juga dirasakan kelompok adat yang selama ini bertugas menjaga alam ini. Khususnya pemanfaatan media sosial untuk jualan online produk-produk dari Baduy.

Mursid misalkan, lelaki asal Kampung Cempaka yang masuk kawasan Baduy Luar sudah tidak gagap memanfaatkan medsos. Dia menggunakan aplikasi Instagram untuk berjualan aneka tenun dan produk Baduy lain seperti madu atau olahan jahe dan tas anyaman.

Cerita Mursid manfaatkan handphone bermula saat dirinya keluar dari kawasan Baduy Dalam pada sekitar 2010. Untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari, ia jualan pisang dan gula aren. Di saat luang membuat aren, ia manfaatkan waktu untuk belajar handphone dan sedikit-sedikit membaca.

Masuk tahun 2015, ia mulai lancar menggunakan handhphone dan berinisiatif berjualan di media sosial seperti Facebook. Di samping itu, Mursid kenal dengan dunia luar dan ikut di berbagai pameran kerajinan khas Baduy.

“Bikin gula aren ini capek banget, siang ngambil kayu bakar, malam masak gula, terus beralih suka ikut pameran produk Baduy mulai dari tenun, madu sama bandrek,” kata Mursid saat berbincang dengan detikcom di Lebak, Banten, Sabtu (21/9/2019).

Karena orang Baduy Luar tak dilarang menggunakan kendaraan bermotor, Mursid lalu ikut pameran di berbagai daerah mulai dari Jakarta, Solo, Jogja bahkan sampai ke Makassar. Paling banyak, dia membawa tenun Baduy yang jadi ciri khas karena dibuat dari bahan alam.

Dari situ, ia kemudian berinisiatif menjual produk Baduy secara online di Instagram. Pengikutnya sekarang sudah sekitar 4.400an dengan pemesan dari Jakarta, Jawa Tengah, Bali, Bandung sampai Kalimantan. Bahkan, sesekali ada pemesan yang datang dari Brunei Darussalam.

“Di Instagram laku, dulu di Facebook yang pesan juga banyak khususnya yang dibuat dengan pewarna alam,” ujarnya.

Karena di Baduy termasuk kawasan yang tak dialiri listrik, memang menurut Mursid ada kesulitan. Setiap hari, ia pun turun bukit ke luar Baduy untuk mengisi daya handphonenya.

“Kalau ngecas HP ke Coboleger di sana ada tempat ngecas,” katanya.

Meski sudah familier dengan teknologi, Mursid mengaku tak meningggalkan aturan adat untuk bertani. Karena menurutnya, ciri orang Baduy adalah menggarap pertanian. Saban hari, ia pun mengurus pertanian bersama istrinya untuk menanam padi, jahe atau kencur.

“Nggak bisa ditinggalin itu mah, kalau sudah berkeluarga harus tani,” ucapnya.
(bri/idh)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Editor: PAR
Sumber: detiknews