Palembang – Geliat rumah bercat putih yang terletak di Jalan Pramuka I, Kelurahan Srijaya, Kecamatan Alang-alang Lebar, Palembang, Sumatra Selatan mulai bergeliat sejak pagi.

Dinda (32) menyerahkan sebuah masker ukuran bayi untuk putra sulungnya, Sabang Dipa Maulana (4), yang akan berangkat sekolah ke TK Aisyiah 4 Palembang diantar ayahnya, Wira (37).

“Abang, ini maskernya jangan ketinggalan. Pakai ya, supaya enggak kena asap,” ujar Dinda seraya memberikan masker khusus bayi kepada Sabang.

Bentuknya yang kecil sangat pas digunakan balita dibandingkan mengenakan masker dewasa biasa yang kedodoran dan tidak akan optimal berfungsi melawan paparan asap jika dipasangkan di wajah balita.

Di luar rumah memang asap dampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pekat memenuhi ruang udara Palembang, seperti sejumlah wilayah lain di Sumsel dan juga Riau.

Sabina Eleanor Maulana (2) yang melihat abangnya mengenakan masker tak mau kalah dan meminta masker kepada ibunya. Masker yang digunakan Sabin pun khusus untuk bayi.

“Masker Sabin pink, Sabin seneng warna pink. Gambarnya Hello Kity,” ujar bocah itu kepada CNNIndonesia.com.

Sejak kabut asap pekat menyelimuti Palembang, Dinas Pendidikan Sumatra Selatan mewajibkan seluruh siswa baik dari jenjang PAUD hingga SMA untuk mengenakan masker saat berangkat sekolah.

Bukan hanya itu saja, warga yang beraktivitas di luar ruangan pun kerap menggunakan masker khusus agar tak menghisap asap dampak karhutla.

Dinda dan suaminya sempat kewalahan saat kabut asap semakin tebal mengepung seluruh wilayah Palembang. Dua buah hatinya yang masih balita, kata Dinda, sangat rentan terpapar dan terdampak buruk kabut asap bagi kesehatan khususnya pernapasan.

Apalagi, sambung Dinda, anak bungsunya memiliki riwayat penyakit paru-paru yang pernah diderita saat bocah perempuan itu berusia 1,4 bulan.

Ia menceritakan Sabin divonis terjangkit TB paru pada Juni 2018. Beruntung, setelah secara disiplin memakan obat setiap hari selama 6 bulan, akhirnya Sabin dinyatakan sembuh dari TB Paru pada Januari 2019. Namun riwayat menderita TB paru tersebut membuat Sabin rentan terkena penyakit lain yang berhubungan dengan sistem pernapasan.

Saat karhutla semakin marak di Bumi Sriwijaya dan sekitarnya, kabut asap mulai menyerang Palembang.

Kala itu, kata Dinda, pada pertengahan Agustus, Sabin menderita demam tinggi dan batuk-batuk. Akhirnya Ia dan Wira pun membawa Sabin untuk diperiksa ke dokter. Diagnosa dokter, Sabin mengalami radang di saluran pernapasan. Tiga hari setelah dari dokter, demam Sabin tak kunjung turun sehingga mereka membawanya ke Instalasi Gawat Darurat RS Myria Palembang.

“Katanya ada infeksi di paru-parunya. Dokter enggak ngomong itu ISPA atau bukan. Tapi setahu saya ISPA itu kan umum banget ya, tapi yang pasti ada infeksi,” ujar Dinda yang berprofesi sebagai karyawan swasta tersebut.

Sabin menghabiskan waktu tiga hari dirawat di rumah sakit hingga dinyatakan sembuh. Namun selepas Sabin sembuh, beberapa hari kemudian giliran abangnya yang batuk pilek. Lalu menyusul adiknya.

“Itu sudah mulai makin parah kabut asapnya. Di kamar, pasang AC, ventilasi semua ditutup, itu jam 11-12 malam asapnya masuk kamar, kerasa menyengat di hidung. Bikin mata perih. Udah enggak tahu harus gimana kalau udah gitu,” tutur Dinda.

Dinda menerangkan saat ini baik berada di dalam ruangan maupun di luar, masker tidak pernah lepas dari wajah bocah perempuan tersebut. Meskipun Sabin seringkali risih menggunakan masker, Dinda tidak memiliki pilihan lain untuk menyelamatkan anak bungsunya tersebut.

“Sering dia marah, nangis, enggak mau pake masker. Namanya anak kecil ya. Tapi mau gimana lagi,” kata Dinda.

Hingga kini, keluarga Dinda hanya mengandalkan masker untuk mencegah terpapar bahaya asap. Sabin pun masih meminum antibiotik yang diberikan dokter sejak demam yang dialaminya terakhir.

Dirinya tahu bahwa kondisi kabut asap semakin hari semakin parah namun tidak dapat melakukan apa-apa lagi selain mengurangi aktivitas di luar ruangan dan memberikan masker kepada keluarganya.

“Kemarin-kemarin sempet ramai, beli oksigen kalengan, tapi saya belum yakin ngasih oksigen kalengan bisa signifikan [mencegah ISPA]. Pengennya beli air purifier [pemurni udara] tapi enggak ada duit,” kata Dinda.

Asap dampak karhutla telah membuat aktivitas dan kesehatan warga di wilayah Sumatra dan Kalimantan terganggu. Data BNPB pada 19 September 2019 per pukul 09.00 WIB jumlah titik panas yang menunjukkan terjadinya karhutla ada 299. Rinciannya 134 titik berkategori tinggi, dan 165 titik berkategori karhutla sedang.

(idz/kid)

Editor: PAR
Sumber: CNN Indonesia