Jakarta – Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akan meluncurkan aplikasi internasional demi mencegah aliran dana untuk aksi terorisme masuk ke Indonesia. Aplikasi ini dirancang bersama dengan sembilan negara Asia Tenggara yakni Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Vietnam, Kamboja, Laos, Myanmar, dan dua negara lainnya yakni Australia dan Selandia Baru.

Wakil Ketua PPATK Dian Ediana Rae mengatakan aplikasi ini akan menjadi proyek penggunaan sistem informasi dan teknologi lintas negara pertama di dunia yang khusus mencegah aliran dana terorisme. Di dalam aplikasi ini, rencananya otoritas intelijen keuangan masing-masing negara bisa tukar-menukar laporan penelusuran aktivitas pendanaan terorisme yang diduga mengalir ke negara lain.

“Rencananya, aplikasi ini akan kami luncurkan tahun depan. Dan ini merupakan pilot project pertama di dunia,” jelas Dian kepada CNNIndonesia.com, Selasa (17/9).

Jika proyek ini berhasil, maka model aplikasi ini bisa diperluas bagi 27 negara Asia Pasifik yang tergabung di dalam The Egmont Group. Sekadar informasi, The Egmont group adalah perhimpunan otoritas intelijen keuangan dunia yang berfungsi mencegah Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan pendanaan terorisme dengan kaidah sesuai dengan Anti Money Laundering and Counter Financing of Terrorism (AML/CF).

“Bahkan, aplikasi ini berpotensi bisa diperluas ke 162 negara anggota Egmont Group. Sejauh ini memang aplikasi ditujukan untuk melacak aksi pendanaan terorisme lintas negara, tapi ke depan ada kemungkinan ini bisa melacak kasus pencucian uang seperti korupsi, nanti bisa kelihatan,” jelas dia.

Di samping itu, Dian juga mengatakan bahwa PPATK juga tengah mengembangkan aplikasi serupa, tapi hanya untuk skala domestik. Dalam hal ini, PPATK menggandeng lembaga yang berwenang melakukan penelusuran dan penyelidikan tindak pendanaan terorisme seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Detasemen Khusus 88 Polri, dan Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Di dalam aplikasi itu, rencananya hasil penyelidikan yang dimiliki masing-masing lembaga bisa ditukarkan satu sama lain tanpa perlu melakukan surat menyurat secara fisik. Jika data masing-masing lembaga sudah sesuai, PPATK bisa langsung mengecek aktivitas itu ke perbankan.

“Dan yang bisa akses platform ini hanya satu hingga dua orang saja dari masing-masing instansi. Ini sistem yang sangat cepat, sangat rahasia, dan sangat efisien,” jelas dia.

Rencananya, aplikasi ini juga akan diluncurkan tahun depan. Jika aplikasi ini sukses, PPATK bisa mengembangkan aplikasi ini untuk menyelidiki TPPU. Sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, terdapat 26 aktivitas yang dikategorikan sebagai TPPU.

“Jadi nanti aplikasi tersebut akan membantu penyelidikan dan nonpenyelidikan. Meski ada beberapa kasus TPPU sudah masuk proses hukum, tapi tidak ada regulasi yang mencegah informasi antar instansi ini dipertukarkan. Kami harap, dengan platform ini, kerja intelijen finansial lebih cepat dan andal,” tutur dia. (glh/agt)

Editor: PAR
Sumber:  CNN Indonesia